Kekerasan dan Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi

Kekerasan dan Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi
Bentrok warga dengan aparat saat pengukuran lahan untuk Bandara Kertajati di Desa Sukamulya, Majalengka pada 2016 lalu. Foto: Radar Cirebon/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, pengadaan tanah untuk infrastruktur lekat dengan kekerasan. Bentuknya kriminalisasi dan intidimasi.

Dewi kemudian memaparkan data kekerasan yang dialami masyarakat akibat konflik agraria yang mengemuka beberapa tahun terakhir.

"Pada 2015 kekerasan di seluruh sektor 278 kasus, petani yang dikriminalisasi. Kemudian di 2016 tercatat ada 177 kasus," ujar Dewi pada diskusi yang mengangkat tema 'Infrastruktur Era Jokowi: Efektif, Salah Sasaran atau Koruptif?' di Jakarta, Kamis (27/12).

Dewi lebih lanjut mengatakan, konflik agraria kembali meningkat pada 2017 lalu. Setidaknya tercatat telah terjadi 369 kasus, di mana petani yang dikriminalisasi karena mempertahankan hak atas tanah.

"Jadi sangat erat kaitannya pengadaan tanah untuk infrastruktur dengan konflik agraria," ucapnya.

Menurut Dewi, KPA mencatat pembangunan infrastruktur juga berkontribusi mengurangi lahan pertanian. Dari sensus yang dilakukan sepanjang 2003-2013, tercatat 5,9 juta hektare lahan pertanian beralih ke non-pertanian.

"Itu berkurangnya berkisar 100-110 ribu hektare. Artinya, pembangunan infrastruktur berkontirbusi menurunkan kelas-kelas petani," katanya.

Dewi khawatir, sepuluh tahun mendatang jumlah petani sudah sangat sedikit. Ia merujuk rilis yang sebelumnya dikeluarkan Kementerian Perindustrian. Disebutkan, untuk kebutuhan infrastruktur sampai 2019 dibutuhkan setidaknya 133 ribu hektare tanah.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, pengadaan tanah untuk infrastruktur lekat dengan kekerasan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News