Kelayakan Land Swap Gambut untuk Usaha Diragukan

Kelayakan Land Swap Gambut untuk Usaha Diragukan
Kebun kelapa sawit. Foto: dok. JPNN

jpnn.com, RIAU - Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) P.17 Tahun 2017 memberikan kebijakan kepada pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK-HTI) yang areal kerjanya di atas atau sama dengan 40 persen ditetapkan menjadi ekosistem gambut dengan fungsi lindung dapat mengajukan areal lahan usaha pengganti (land swap).

Kebijakan tersebut dinilai kalangan akademisi tidak memungkinkan untuk diterapkan.

Dr. Djaimi Backe dari Pusat Penelitian Perkebunan Gambut dan Pedesaan Universitas Riau meragukan adanya lahan yang tersedia untuk menggantikan lahan yang terdampak dari kebijakan Permen LHK P.17/2017 ini.

Kalaupun ada, menurutnya, lahan baru itu belum tentu baik untuk dunia usaha.

“Ya kalau misalnya pabriknya di Riau, bahan bakunya ada di Kalimantan atau di Papua sana, feasible nggak buat usaha? Jadi secara nasional ini akan sangat mengganggu kepastian investasi,” ujar Djaimi dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN,  Jumat) 28/4).

Djaimi mengatakan, daerah-daerah yang wilayahnya didominasi lahan gambut seperti di Riau akan mengalami kolaps.

Menurutnya, sumber utama APBD Riau datang dari industri kehutanan, karena itu Riau bakal kehilangan pendapatan daerah karena adanya kebijakan tersebut.

Perekonomian masyarakat juga akan terganggu karena jumlah masyarakat Riau banyak yang hidupnya bergantung pada industri kehutanan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) P.17 Tahun 2017 memberikan kebijakan kepada pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News