Kelola Jembatan Pribadi Antarprovinsi, Per Hari Rp 100 Ribu

Kelola Jembatan Pribadi Antarprovinsi, Per Hari Rp 100 Ribu
Rustam dengan latar belakang jembatan yang dibangunnya dengan dana sendiri. Jembatan tersebut menghubungkan dua desa di dua provinsi berbeda. Foto: ANDRI WIGUNA/RADAR CIREBON

”Yang utama itu, fondasi di bawah sungai harus kuat agar landasan tidak goyang,” katanya pekan lalu.

Jam operasionalnya bukan 24 jam seperti jembatan milik Timbul. Rustam hanya mengoperasikan jembatannya mulai pukul 06.00 sampai 17.00 WIB. ”Kalau malam tutup,” katanya.

Belakangan banyak pula anak muda dari kedua desa yang memanfaatkan jembatan itu untuk berswafoto begitu sampai di bagian tengah.

”Katanya, pemandangannya bagus karena langsung berdiri di tengah-tengah Cisanggarung,” kata bapak dua anak tersebut.

Menurut Rustam, tiap pelintas sudah paham tarif yang diterapkan. Jadi, tak pernah ada yang mbeling dengan menerobos tanpa membayar.

”Kalau pejalan kaki, ya seikhlasnya, tidak dipaksa,” katanya.

Rustam yakin bahwa jembatannya itu bisa bertahan selama kemarau masih berlangsung. Juga, debit Cisanggarung belum normal.

Begitu memasuki musim hujan kelak, bisa jadi jumlah pelintas berkurang. Sebab, kalau sudah demikian, warga kedua desa biasanya lebih suka menyeberang dengan perahu.

Kalau Rustam paham sekali perihal kekuatan jembatan selebar 1 meter tersebut, itu wajar. Sebab, jembatan bambu tersebut memang miliknya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News