Kelola Jembatan Pribadi Antarprovinsi, Per Hari Rp 100 Ribu
Dengan jembatan yang hanya cukup untuk dua kendaraan roda dua itu, warga sangat terbantu. Sebab, mereka tak perlu harus memutar ke Cilengkrang, melewati jembatan yang telah dibangun permanen di sana.
”Mereka yang ingin ke pasar (Waled, Red) atau mau ke Cirebon (kota, Red) ya lewat sini,” kata Darkim, warga Cigobangwangi, kepada Radar Cirebon.
Hanya bedanya, tak seperti milik Rustam, dua desa yang dihubungkan jembatan yang konstruksinya terdiri atas bambu dan kayu tersebut sama-sama berada di wilayah Cirebon.
Sebelum ”berbisnis” jembatan, Rustam adalah pemilik perahu penyeberangan warisan orang tua. Ketika debit Cisanggarung surut, otomatis perahu miliknya tak bisa beroperasi karena sungai menjadi dangkal.
Rustam menceritakan, sebelum membuat jembatan, dirinya harus memastikan bahwa jalur yang akan dilalui kendaraan sudah siap dan tidak membahayakan.
Bahkan, dia harus membeli material urukan agar akses yang berada di badan bekas sungai tersebut keras dan bisa dilewati kendaraan.
Selain itu, dia harus benar-benar memastikan landasan bambu tersebut sejajar dan tidak miring agar aman dilintasi pemotor. Kalau tidak, berbahaya. Pelintas bisa terjatuh di tengah jembatan.
Secara keseluruhan, dia menghabiskan sekitar Rp 3 juta untuk berbelanja material bambu. Proses konstruksinya membutuhkan empat hari.
Kalau Rustam paham sekali perihal kekuatan jembatan selebar 1 meter tersebut, itu wajar. Sebab, jembatan bambu tersebut memang miliknya.
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor
- Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri