Kepala Suku Polahi Tak Bisa Baca tapi Hafal Lebih dari 200 Nomor Kontak Ponsel

Kepala Suku Polahi Tak Bisa Baca tapi Hafal Lebih dari 200 Nomor Kontak Ponsel
Kepala Suku Polahi, Babuta (kanan), bersama Haris Antu di sungai Humuhulo, menambang emas dengan cara tradisional. Dalam sebulan penghasilan Babuta bisa mencapai Rp 7 juta. Foto: JAWA POS PHOTO

Ponsel hadir berikutnya untuk berkomunikasi dengan penambang yang butuh jasa kijang. Kijang adalah sebutan untuk warga Polahi yang disewa penambang sebagai pembawa barang.

Daya baterai ponsel diisi ulang dengan batu baterai. Caranya, empat baterai disusun paralel, lantas kabel charge yang telah dipotong itu ditempelkan di kutub positif dan negatif.

Perjumpaan dengan para penambang emas memang seolah menjadi pintu gerbang suku Polahi dengan dunia luar.

Hasan, salah seorang penambang yang kami temui dalam perjalanan menuju Kampung Polahi, mengatakan bahwa fisik orang Polahi kuat. Bisa berjalan cepat.

”Kuat naik tanjakan. Lajunya cepat. Khususnya yang perempuan,” tutur pria yang sudah lima tahun jadi penambang emas itu.

Biasanya Hasan meminta orang Polahi membawa 20 kg beras dengan tarif Rp 100 ribu sampai tujuan. Sedangkan untuk bahan lainnya seperti rempah-rempah dan kecap, biaya angkutnya Rp 50 ribu.

Perjalanan dari kampung ke tempat tambang itu ditempuh sehari penuh. ”Kalau orang Polahi setengah hari saja sudah sampai,” kata Hasan.

Ero, putra Hasima, perempuan pemilik rumah pertama yang kami singgahi di pintu masuk Kampung Polahi, termasuk salah seorang kijang. ”Uangnya ditabung atau dibelikan jajan,” kata bocah belasan tahun itu.

Warga Suku Polahi hiduo terasing di alam hutan belantara Humohulo Gunung Boliyohuto, Provinsi Gorontalo. Mereka mengakrabi sepeda motor, televisi,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News