Kepala Suku Polahi Tak Bisa Baca tapi Hafal Lebih dari 200 Nomor Kontak Ponsel

Kepala Suku Polahi Tak Bisa Baca tapi Hafal Lebih dari 200 Nomor Kontak Ponsel
Kepala Suku Polahi, Babuta (kanan), bersama Haris Antu di sungai Humuhulo, menambang emas dengan cara tradisional. Dalam sebulan penghasilan Babuta bisa mencapai Rp 7 juta. Foto: JAWA POS PHOTO

Alim S. Niode, sosiolog Universitas Negeri Gorontalo, mengatakan bahwa nenek moyang warga Polahi memang orang-orang melek pengetahuan.

Mereka melarikan diri ke hutan di zaman penjajahan Belanda karena menolak tingginya pajak emas. Dari sana pula nama Polahi berasal: ”pelarian”.

Menurut Babuta yang tidak lancar berbahasa Indonesia itu, sepeda motor tersebut didapatkan dari diler motor kredit di kota. Ceritanya, ada seorang warga kampung di luar Kampung Polahi yang meminjam uang Rp 3 juta.

Namun, hampir lima bulan uang itu tidak dikembalikan. Ternyata uang tersebut dipakai untuk panjer sepeda motor itu. Karena si peminjam tersebut juga tidak mampu meneruskan kredit, akhirnya Babuta melunasinya. Motor pun jatuh ke tangan Babuta.

”Saya bayar Rp 5.035.000,” kata dia.

Sekarang motor itu dipakai saja untuk siapa pun yang mau belajar sepeda motor. Tidak pernah dibawa turun ke kampung sejak dibawa ke hutan tiga pekan lalu. ”Susah nyeberang sungai,” kata Babuta yang tidak tahu berapa usianya itu.

Babuta menjadi kepala suku setelah Baba Manio meninggal dunia sekitar tiga tahun lalu. Babuta sebenarnya pernah menikah dengan Ani yang tinggal di kampung.

Tapi, pernikahan yang dihadiri bupati Boalemo dan Gorontalo itu kandas. Babuta pun kembali ke Polahi dan menikahi Anio.

Warga Suku Polahi hiduo terasing di alam hutan belantara Humohulo Gunung Boliyohuto, Provinsi Gorontalo. Mereka mengakrabi sepeda motor, televisi,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News