Keputusan MK soal Capres-Cawapres Buka Celah Penyimpangan Regulasi Besar-Besaran di Indonesia

Keputusan MK soal Capres-Cawapres Buka Celah Penyimpangan Regulasi Besar-Besaran di Indonesia
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). ilustrasi: Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Profesor Didin S Damanhuri mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait seorang kepala daerah bisa menjadi capres dan cawapres tanpa memandang batas usia sesuai aturan di UU Pemilu. Menurut ekonom senior tersebut, putusan MK itu berpotensi merusak tatanan regulasi lainnya dalam negeri dan memengaruhi kondisi ekonomi tanah air.

“Menurut saya Keputusan MK ini adalah salah satu puncak dari penyimpangan berbagai regulasi,” ujar Prof Didin dalam diskusi yang digelar Narasi Institute baru-baru ini.

Guru besar yang juga menjadi pengajar di Universitas Paramadina Jakarta ini mengatakan keputusan tersebut telah menimbulkan kontroversi, terutama dalam hal pemahaman atas regulasi yang memengaruhi kelayakan calon wakil presiden. Ditambah judicial review itu diyakini untuk memfasilitasi karier politik putra Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming yang digadang-gadang menjadi cawapres Prabowo Subianto.

Prof. Didin menegaskan bahwa keputusan MK terkait calon wakil presiden itu juga telah melanggar perspektif demokrasi. Salah satu aspek pelanggaran adalah keterkaitan Ketua MK Anwar Usman yang mendadak hadir di persidangan dan membuat keputusan atas judicial review itu berubah. Sebagaimana diketahui, Anwar Usman adalah ipar Presiden Joko Widodo. Publik menilai Anwar Usman turut serta menggunakan pengaruhnya tersebut dalam keputusan MK, demi memuluskan jalan Gibran.

“Nah kalau putusan MK ini kita tafsirkan dalam perspektif demokrasi menurut para ahli pertama, pelanggarannya adalah bahwa ketua MK ini keluarga dari pejabat bahkan pejabat tertinggi di negeri ini. Ini merupakan pelanggaran dalam perspektif demokrasi maupun di dalam konteks nasional,” lanjutnya.

Prof. Didin menyatakan bahwa pelanggaran terhadap konstitusi dan regulasi oleh MK memiliki dampak serius terhadap demokrasi dan ekonomi. Ketika lembaga-lembaga tinggi seperti MK tidak mematuhi konstitusi, itu bisa mengarah pada masalah hukum dan korupsi politik.

Implikasi terbesar adalah terhadap ekonomi. Dalam konteks demokrasi, keadilan hukum adalah kunci, dan jika itu terganggu, dampaknya dapat merambat ke ketidakadilan ekonomi. Ini akan memengaruhi akses yang adil untuk pelaku ekonomi terhadap sumber daya ekonomi.

 “Dampak dari keputus MK yang kemarin itu kalau tidak segera dikoreksi maka ini akan menciptakan ketimbangan yang makin buruk lagi di dalam perekonomian nasional,” ujarnya.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Profesor Didin S Damanhuri mengatakan MK telah melanggar kesucian perspektif demokrasi di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News