Ketabahan Para Penderita Penyakit Langka (1)

Sebulan Enam Kali Bedah Kepala, Anggap Dapat Pinjaman Umur

Ketabahan Para Penderita Penyakit Langka (1)
Ketabahan Para Penderita Penyakit Langka (1)

Di sela wawancara, Dian masih sempat menerima telepon dari seorang penyandang low vision dari Banjarmasin. Orang di seberang telepon mengeluhkan ketakutannya dicemooh dan dikasihani masyarakat sekitar. Dian begitu bersemangat menanggapi. ’’Bapak pakai nomor (kartu seluler) apa? Wah, sama dong, jadi bisa ngobrol bebas, murah tarifnya,’’ ujarnya berbicara dengan koleganya asal Kalsel itu lantas tertawa. Selesai bertelepon, Dian menceritakan bahwa pria yang baru mengajak bicara itu adalah penderita low vision. ’’Dia masih kerja, tapi terbatas. Dia datang, duduk, terus pulang sore. Udah nggak ada semangat. Dia malu dan merasa dikasihani,’’ ungkapnya.

Bahkan, dia sampai malu menunaikan salat Jumat karena enggan berjalan menggunakan tongkat ke masjid. ’’Saya bilang, ’Nggak boleh gitu, tetap harus semangat. Kan Bapak masih punya tangan dan kaki,’’ ujarnya.

Perempuan berjilbab tersebut lantas menceritakan bagaimana dirinya menjalani hari-hari awalnya sebagai penderita lupus dan low vision. Awalnya, tutur Dian, dirinya juga sangat tertekan. ’’Yang paling berat, saya tak bisa lagi melihat wajah orang-orang yang saya sayangi dan hilang kemandirian. Saya yang biasanya ngapain-ngapain sendiri sejak saat itu harus dibantu orang lain,’’ katanya.

Semula, dirinya enggan ke mana-mana. Dia hanya mengurung diri dalam kamar. ’’Saya juga nggak mau pakai tongkat putih yang kalau di luar negeri menjadi tanda bahwa kita blind,’’ tuturnya.

Di kalangan aktivis pemberdaya penderita lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE), nama Dian Syarief sudah tidak asing. Dian yang menderita

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News