Ketika Itu Habibie Menangis
”Biarkan saya ambil sendiri. Kalau sering diambilkan, nanti kepercayaan diri saya menurun,” katanya kepada Paspampres pekan lalu.
Dengan seizin Tuhan, Habibie bertekad berumur panjang. ”Setelah 90 minus 10, selanjutnya 100 minus 10. Begitu seterusnya,” tekadnya.
Sosok Habibie yang pantang menyerah juga terlihat saat Ainun didiagnosis kanker pada 12 Maret 2010. Dia kaget bukan main. Jiwanya terguncang hebat saat melihat hasil pemeriksaan kesehatan Ainun.
Perempuan yang dicintainya itu ternyata mengidap penyakit yang tidak ringan. Kanker ovarium. Stadium lanjut. Pikirannya kalut. ”Gila kalian ini,” teriak Habibie penuh emosional kepada dokter yang memeriksa Ainun.
Meski bingung, Habibie berusaha mengendalikan diri. Sambil Ainun menyelesaikan pemeriksaan MRI, tangan Habibie dengan cekatan meraih ponselnya. Dia menghubungi stafnya, Marulloh.
”Saya bilang saya akan berangkat langsung ke Jerman sore ini. Lewat mana pun saya harus ke Jerman,” cerita Habibie.
Habibie juga meminta Marulloh menyiapkan 2–4 orang dari Paspampres untuk mendampingi ke sana. Sialnya, Paspampres yang bertugas belum memiliki paspor.
Paspor mereka masih dibuat. Begitu juga dengan visa. Habibie meminta Marulloh menyelesaikan urusan paspor, sedangkan dirinya akan menghubungi langsung duta besar Jerman untuk Indonesia dan meminta izin masuk ke Jerman bagi para anggota Paspampres.
SEMANGAT B.J.Habibie tak pernah kendur. Berbicaralah, lalu tataplah matanya. Maka, siapa pun akan mendapati kobaran api semangat yang menyala-nyala.
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor