Ketum PRIMA Ajak Seluruh Rakyat Bersatu Melawan Oligarki

Ketum PRIMA Ajak Seluruh Rakyat Bersatu Melawan Oligarki
Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono (kedua kiri) bersama eks anggota DPR RI Nursuhud (kiri) saat konferensi pers bertajuk 'Sikap Bersama: Bersatu Melawan Oligarki' di Jakarta, Minggu (26/9). Foto: Dok. PRIMA

Forum ini mencermati menguatnya oligarki dalam sistem politik Indonesia. Fenomena ini tampak pada kekuasaan politik yang makin dikendalikan oleh segelintir orang. Mereka menggunakan politik untuk makin mengonsentrasikan kekayaan di tangan mereka.

Pengajar Universitas Trisakti Nurhastuti K Wardhani mengatakan perbankan di Indonesia hanya dikuasai oleh 30 keluarga. Ada banyak lapangan usaha lain yang juga hanya dikuasai oleh segelintir pemain.

Menurut dia, kondisi ekonomi yang oligopolis ini tidak sehat bagi ekonomi nasional. Selain itu, karena oligarki menggenggam kekuasaan politik, maka kebijakan pun hanya mengabdi pada akumulasi dan konsentrasi kekayaan.

“Ini tampak pada kebijakan perpajakan yang tak berubah sejak 30 tahun terakhir,” kata Nurhastuti.

Dia menyebut hal ini juga tampak lahirnya kebijakan yang sekadar melayani kepentingan segelintir orang. Mulai dari revisi UU KPK, perubahan UU Minerba, dan lahirnya UU Cipta Kerja (Omnibus Law).

“Politik yang makin oligarkis ini juga makin tidak demokratis. Ini terbaca dengan ruang partisipasi politik yang makin menyempit,” ujar Nurhastuti.

Titi Anggraini dari Perludem menyebut oligarki hadir semacam “multiple barriers to entry” dalam perpolitikan Indonesia. Persyaratan parpol peserta pemilu merupakan yang paling rumit dan termahal di dunia.

Setelah lolos sebagai peserta pemilu, parpol masih berhadapan rintangan untuk bisa mendudukkan wakilnya di DPR, yaitu parliamentary threshold. Dengan ambang batas yang makin tinggi, makin sempit peluang parpol kecil dan parpol baru untuk masuk ke parlemen.

Ketum PRIMA (Partai Rakyat Adil Makmur) Agus Jabo Priyono mengajak seluruh rakyat untuk bersatu melawan oligarki karena membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News