Keyakinan Itu Bertambah setelah Bertemu Sang Ibu di Mimpi

Keyakinan Itu Bertambah setelah Bertemu Sang Ibu di Mimpi
Andi Satar, 37, hingga sekarang belum menemukan ibunya setelah tempat tinggal ibunya diterjang gempa dan tsunami di Sulteng. Foto: Boy Slamet/Jawa Pos

Hingga Kamis lalu (4/10), Satar sudah mencatat sekitar 26 keluarga yang melaporkan kehilangan keluarganya. Data itu akan dikirim ke PMI pusat untuk diasesmen. Kemudian, dicarikan solusi agar bisa bertemu dengan keluarga.

Tugas lainnya adalah menyisir beberapa lokasi terdampak gempa parah. Salah satunya dengan melakukan pendataan jumlah korban yang tertimbun reruntuhan. ”Ada tim yang turun untuk mengecek,” jelas pegawai honorer PMI Sulteng itu.

Di sisi lain, dia harus bergantung pada laporan dari teman-temannya di Donggala. Untuk mengetahui kondisi sang bunda.

Desa Toaya, Kecamatan Sindue, Donggola, kampung halaman Satar, hanya berjarak 20 meter dari bibir pantai. Desa itu luluh lantak disapu tsunami. Banyak bangunan rumah yang hancur. Dengan mayat yang bergelimpangan. ”Saya dapat gambaran desa dari foto kawan,” terangnya.

Perasaan cemas itu semakin bertambah ketika berhari-hari sang bunda, Syamsiah, tidak bisa dihubungi. Namun, relawan gempa dan tsunami Aceh 2004 itu hakulyakin Syamsiah selamat.

”Sejauh ini semua jenazah yang ditemukan tidak berciri mamak saya,” tuturnya.

Rambut sang ibu panjang sepinggang. Sementara jenazah yang ditemukan umumnya berambut pendek.

Satar kali terakhir pulang kampung bulan lalu. Jauh sebelum terjadinya gempa dan tsunami yang menghembalang empat kota dan kabupaten di Sulteng Jumat lalu.

Satar, mendata warga korban gempa dan tsunami, yakin ibunya masih ingat dengan pesan yang dia sampaikan agar lari ke tempat yang lebih tinggi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News