Khawatir Bahasa Etnik Punah, LIPI Terbitkan Kamus Bahasa Minoritas

Di Pulau Alor, Ada Bahasa yang Tinggal Seorang Penuturnya

Khawatir Bahasa Etnik Punah, LIPI Terbitkan Kamus Bahasa Minoritas
Peneliti LIPI Abdul Rachman Patji bersama enam kamus kecil bahasa daerah yang hampir punah di kantornya, Kamis (3/1/2013)FOTO: SOFYAN HENDRA/JAWA POS
 

Sedangkan, di Dusun Habollat, penuturnya merata mulai anak-anak, remaja, hingga orang tua. "Orang di sana bilang, selama masih ada Dusun Habollat, bahasa Kafoa tak akan musnah," ujarnya.

 

Di dusun itu tuntutan sosial untuk menggunakan bahasa Kafoa cukup tinggi. Misalnya, apabila pendatang menikah dengan masyarakat setempat, dia harus belajar bahasa Kafoa terlebih dahulu. Di dusun itu, bahasa Kafoa masih digunakan dalam percakapan sehari-hari hingga misa di gereja.

 

Suku-suku pedalaman di Kepulauan Halmahera masih belum banyak tersentuh pembangunan. PLN belum masuk. Memang ada beberapa generator, namun pemakaiannya terbatas. Televisi juga jarang. Dalam satu desa hanya ada satu rumah yang memiliki pesawat televisi. "Kalau radio, ada sejumlah," ujarnya.

 

Karena kehidupan yang masih jauh dari modernitas, kosakata bahasa etnik yang dihimpun juga belum kompleks. Kamus bahasa Kafoa yang disertai dengan contoh-contoh kalimat juga masih menampilkan percakapan sederhana. Misalnya, "Niyai arra fatuang." Artinya, "Ibu saya mempersiapkan api". Atau, "Oho fe karai" (Itu dimakan babi).

Sebanyak 169 bahasa etnik di Indonesia terancam punah. Jumlah penuturnya terus berkurang. Untuk melestarikan bahasa-bahasa lokal itu, Lembaga Ilmu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News