Khawatir Biaya Membangun Ibu Kota Baru Membengkak Jadi Rp2000 Triliiun

Khawatir Biaya Membangun Ibu Kota Baru Membengkak Jadi Rp2000 Triliiun
Pakar ekonomi Anthony Budiawan. Foto : M Fathra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pakar ekonomi Anthony Budiawan menilai biaya yang direncanakan pemerintah untuk membangun ibu kota negara yang baru di Kalimantan Timur terlalu rendah. Jauh di bawah standar banch mark atau patokan dunia.

Penilaian ini disampaikannya dalam seminar "Menyoal Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (3/.9).

BACA JUGA : Diskusi Pemindahan Ibu Kota, Ridwan Saidi Ejek Skill Bahasa Inggris Jokowi

 

Forum itu dibuka Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dan dihadiri budayawan Ridwan Saidi, Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin, Direktur Indef Tauhid Ahmad, serta Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institut Hendrajit. Keynote speech-nya Prof Amien Rais.

Dia menyebutkan bahwa sejumlah pembicara menilai dari sudut geopolitik, ekonomi, hukum, dikatakan bahwa urgensi pemindahan ini tidak ada. Tetapi sebagai pakar ekonomi, Anthony justru melihat ada urgensinya.

"Saya katakan mungkin urgensinya ada, karena berkaitan dengan aspek keuangan Rp486 triliun. Motif dari keuangan ini apa pun bisa segera saja terjadi," ucap Anthony.

Eks direktur PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) ini menyebutkan, angka Rp 486 triliun itu merupakan perencanaan Bappenas dan pembangunannya akan dilakukan periode anggaran 2020-2024. Jumlah penduduk yang akan dipindakan sekitar 1,5 juta orang.

Khawatir biaya pemindahan ibu kota baru yang direncanakan sebesar Rp486 triliun nantinya bisa membengkak di tengah jalan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News