Kiai dan Jabatan

Oleh: Yahya C. Staquf*

Kiai dan Jabatan
Kiai dan Jabatan

Kiai Bisyri Syansuri wafat sebelum menyelesaikan periode kepemimpinan beliau hasil Muktamar Ke-26. Dalam Munas Alim-Ulama 1981 di Kaliurang, Jogja, tidak seorang pun kiai berani menggantikan beliau sebagai rais am. Kiai As’ad Syamsul Arifin yang pertama-tama ditawari menolak sekeras-kerasnya, ’’Walaupun Jibril turun menyuruh saya jadi rais am, saya tidak mau!’’

Orang-orang pun beralih kepada Kiai Mahrus Ali. ’’Jangankan Jibril,’’ kata Kiai Mahrus, ’’Walaupun Izrail yang turun menodong saya jadi rais am, saya tidak mau!’’

Musyawarah akhirnya beraklamasi menyetujui usul Kiai Ahmad Shiddiq untuk mengangkat Kiai Ali Ma’shum. Kebetulan, Kiai Ali Ma’shum tidak hadir di forum sehingga tidak dapat menyampaikan tanggapan langsung. Para kiai mengutus Gus Mus ke Krapyak untuk menyampaikan kesepakatan itu dan membujuk gurunya agar bersedia menerima.

Tapi, walaupun sehari suntuk merengek-rengek, Gus Mus gagal meluluhkan hati Sang Guru. Para kiai pun harus berombong-rombong turun dari tempat berkumpul mereka di Kaliurang menuju Krapyak untuk menggeruduk, kemudian membopong Kiai Ali Ma’shum yang tidak henti-hentinya menangis tersedu-sedu memikirkan beban tanggung jawab yang akan diembannya.

Jabatan rais am bukan privilege. Itu bukan jabatan duniawi. Bukan sekadar kepemimpinan manajerial. Rais am adalah tanggung jawab dunia-akhirat seutuhnya. Sedemikian dalam hingga mencakup tanggung jawab syar’iyyah dan ruhaniyyah sekaligus.

Apakah ini berarti kiai sama sekali tabu bersentuhan dengan pergulatan politik dan laga kekuatan?

Di belakang hari, menjawab pertanyaan seorang santri akan alasan beliau menerima jabatan rais am, Kiai Ali berkata, ’’Aku membenci jabatan. Tapi, aku lebih takut lagi lari dari tanggung jawab.’’

Menjelang Muktamar Ke-27 pada 1984, suasana kontroversial merebak di lingkungan Nahdlatul Ulama. Sebab, para dedengkot politik NU belum cukup rela melepas jam’iyyah itu kembali ke khitahnya. Dalam sebuah rapat Pengurus Wilayah NU Jawa Tengah, tiba-tiba muncul desakan untuk menunda konferensi wilayah (konferwil) yang sudah dijadwalkan.

MENURUT catatan sejarah, Islam sudah hadir di Nusantara beberapa ratus tahun sebelum era Wali Songo. Selama ratusan tahun itu, tidak terjadi kemajuan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News