Kiai Migas

Oleh Dahlan Iskan

Kiai Migas
Foto: disway.id

Sejak itu Ny Farida bersama tiga anaknyi terus di sebelah Gus Sholah. Sang ibu terus memegang telapak tangan kanan Gus Sholah.

"Dia yang memegang telapak tangan kiri," ujar Ny Farida sambil menatap putrinyi, Acha, yang berdiri di belakang ibunyi.

Di saat bersamaan, Ipang terus menempelkan mulutnya di telinga kanan sang ayah. Adik Ipang, Billy, menempelkan mulut di telinga kiri.

Mereka terus membisikkan kalimat-kalimat pengingat Tuhan ke telinga Gus Sholah. Tidak pernah berhenti. Sampai pun jam 12 malam, misalnya --saat diperkirakan Gus Sholah meninggal dunia.

Namun pada jam 8.50 malam itu pintu ruangan terbuka. Ada sapa "Assalamualaikum" dari orang yang masuk saat itu. Ternyata itu Prof Yoga, salah satu dokter beliau di RS Harapan Kita.

Melihat dokter masuk, mereka tetap memegangi dan membisiki Gus Sholah dengan kalimat-kalimat pujian pada Tuhan. "Sebenarnya Gus Sholah ini sudah wafat," ujar sang dokter seperti ditirukan Ny. Farida.

Mereka pun melepaskan Gus Sholah. Selama itu mereka sama sekali tidak mengira Gus Sholat sudah wafat.

Mereka menyangka akan mengetahui saat-saat terakhir Gus Sholah meninggal dunia. Bukankah biasanya detik terakhir itu ditandai dengan gerakan tertentu? Dan orang yang memeganginya akan bisa merasakan gerakan itu?

Gus Sholah harus masuk RS lagi. Diketahuilah banyak cairan di jantung beliau. Cairan itu lantas disedot. Mencapai 500 mililiter.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News