Kisah 2 Guru Program EPP di Samarinda, Bertarung dengan Tantangan, Lahirkan Perubahan 

Kisah 2 Guru Program EPP di Samarinda, Bertarung dengan Tantangan, Lahirkan Perubahan 
Demi tekadnya menjadi seorang pendidik, Rachmad Syarif rela merantau ke Samarinda yang jauhnya 12 jam perjalanan dari Berau, kota asalnya.

Syarif tidak hanya membuat siswa-siswanya lebih semangat belajar, tetapi juga menjadikan guru sebagai sosok yang kehadirannya selalu dinanti.

Lain lagi dengan kisah Sotinsia Desi. Kepindahannya dari pusat kota ke sisi utara Samarinda, tepatnya di Lempake, lebih dari sekadar mutasi ke sekolah baru.

Dia meninggalkan zona nyaman setelah lebih dari 10 tahun mengenyam karier sebagai guru. Di SDN 007 Lempake, Samarinda Utara, 

Desi, panggilan akrabnya, menerima amanah sebagai kepala sekolah untuk terus menghidupkan denyut pendidikan di dalam ruang-ruang kelas yang sangat sederhana di sekolah yang dibangun sejak tahun 1970-an tersebut.

Menjadi kepala sekolah di usia muda membuat Desi juga berhadapan dengan rekan guru dengan rentang usia beragam, termasuk yang lebih senior. 

Hal ini membuat Desi harus berusaha keras melakukan pendekatan agar rekan-rekannya dapat lebih membuka diri untuk metode pengajaran yang lebih sesuai dengan generasi saat ini.

Desi menghadapi berbagai tantangan selama menjadi kepala sekolah, mulai dari beradaptasi dengan budaya yang berlaku di sekolah, metode belajar mengajar masih berporos pada guru, hingga partisipasi murid di kelas. 

Berangkat dari tekad kuat untuk menggawangi kelangsungan pendidikan yang lebih baik di Samarinda, Syarif dan Desi tidak hanya aktif di komunitas guru.

Kisah 2 guru program EPP di Samarinda, bertarung dengan tantangan, lahirkan perubahan. Simak selengkapnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News