Kisah Migran di Australia Bergelar S2 yang Kerja di Tempat Cuci Baju
Diektur utama perusahaan ini, Michael Sylvester, mengatakan pihaknya berusaha mencari potensi yang belum dimanfaatkan di antara para pekerja lepas.
"Salah satu pemborosan dalam bisnis adalah tidak terpakainya potensi secara maksimal," katanya.
Michael mengatakan di tengah pandemi seperti ini mereka berusaha mencari setiap peluang untuk mempertahankan bisnis agar usahanya tetap terbuka dan berlanjut.
"Kami kehilangan 83 persen pelanggan. Kami sangat terpukul," kata Michael.
Pihaknya lalu menghubungi para pekerja untuk lebih menanyakan kualifikasi mereka. Khususnya para pekerja migran yang bekerja di sana.
Photo: Pramila Maharjan asal Nepal mulai bekerja sebagai tukang cuci pakaian dan memiliki gelar S2 bidang TI. Kini dia ditempatkan di bagian kendali mutu. (ABC News: Selina Ross)"Dari 25 orang pekerja migran yang bekerja di Hobart, ternyata ada 31 gelar sarjana atau gelar lebih tinggi, karena beberapa di antaranya memiliki lebih dari satu gelar master," jelasnya.
Menurut Michael, para pekerja migran umumnya berada di posisi inti dalam bidang operasional, yang selama ini sulit diisi oleh pekerja lokal.
Meskipun memegang dua gelar master di bidang teknologi informasi, Manu Kaur kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan di sektor tersebut
- Polda NTT Periksa 6 WNA Asal Tiongkok
- Dunia Hari Ini: Surat Kabar Inggris Digugat Pangeran Harry
- Apa yang Menyebabkan Dwi Kewarganegaraan Indonesia sekadar Wacana?
- Ketika Yahudi Australia Berubah Pikiran soal Israel, Simak Ceritanya
- Menaker Ida Komitmen Terus Tingkatkan Perlindungan Bagi Pekerja Migran Indonesia di Makau
- Dunia Hari Ini: Rekor Roti Terpanjang di Dunia Dipecahkan di Prancis