Kisah Pahit Nenek 92 Tahun yang Ingin Bangun Makam Leluhur

Kisah Pahit Nenek 92 Tahun yang Ingin Bangun Makam Leluhur
Saulina Sitorus menangis saat dijatuhi vonis Senin lalu (29/1). Foto: FREDY TOBING/New Tapanuli

Japaya pun melaporkan Oppu Linda dan keluarga ke Polsek Lumban Julu, Tobasa, pada 1 Maret 2017.

Setelah memproses, penyidik menetapkan keenam pemotong pohon sebagai tersangka. Polsek Lumban Julu lantas melimpahkan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tobasa awal September 2017.

Kejari Tobasa dalam proses pemeriksaannya kemudian menambah tersangka baru, yakni Saulina. Mereka dijerat atas perusakan lahan pelapor Japaya Sitorus dengan dipersangkakan melanggar pasal 412 KUHP.

”Saudari Saulina dijerat sebagai permulaan perbuatan atau memberikan perintah untuk melakukan perbuatan. Ada unsur bersama-sama. Sebenarnya tidak harus mengingat kasus ini adalah kasus perusakan,” jelas Boy.

Saulina dan keluarga tentu saja sangat menyesalkan perkara itu harus sampai ke pengadilan. Mereka merasa perselisihan tersebut sebenarnya bisa diselesaikan lewat perundingan.

Dan itu memang sudah dicoba. Baik melalui penetua adat (parsahutaon) atau kepala desa. Namun tidak membuahkan perdamaian.

Dalam keterangan di pengadilan, Saulina dan keluarga juga mengaku sudah meminta maaf. Sedangkan kepada New Tapanuli, Saulina yang didampingi kerabatnya menerangkan, dalam upaya perundingan yang mereka lakukan, Japaya meminta ganti rugi dalam jumlah banyak.

Sampai ratusan juta rupiah. Mereka tidak sanggup membayar. Karena itu, mereka hanya bisa pasrah.

Gara-gara memberi perintah menebang pohon durian, demi membangun makam leluhur, Saulina Bori Sitorus, nenek usia 92 tahun itu menjadi terpidana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News