Kisah Pak Guru Honorer Nyambi jadi Pemulung

Kisah Pak Guru Honorer Nyambi jadi Pemulung
Mursidi, guru honorer SMPN 1 Montong Gading, Lombok Timur yang merangkap sebagai seorang pemulung. Foto: Fathul/Lombok Post

Tapi perempuan di seberang telepon hanya meminta Mursidi datang, tanpa membawa beras atau token pulsa listrik.

Perempuan itu adalah salah satu mitra kerja Mursidi. Mitra kerjanya sebagai pedagang keliling dan pemulung. Sebagai pengepul sampah layak jual, Mursidi membangun jejaring di ratusan titik.

Dia menyebut sudah ada 200 kios dan lapak pedagang kenalannya di seluruh Kecamatan Montong Gading.

Dia sudah memesan jauh hari sebelumnya, jika ada barang bekas yang bisa dijual seperti kardus, kertas, bekas gelas dan botol mineral, agar segera menghubungi Mursidi.

Informasi dari para pedagang itu akan menentukan jenis keranjang yang akan dibawa. Dua buah keranjang yang sudah diikat dan bisa diletakkan di atas motor, atau sekadar membawa karung.

“Ibu itu masih punya utang beberapa ribu, mungkin dia tidak enak minta isi pulsa listrik lagi,’’ kata Mursidi menyebutkan profil perempuan yang meneleponnya itu.

Mursidi bukan pemulung biasa yang hanya sekadar mengumpulkan sampah. Dia menyebut dirinya sebagai petugas “bank sampah”. Para nasabahnya adalah pedagang kecil, pemilik lapak kaki lima.

Mereka menabung di Mursidi dengan sampah. Lalu, Mursidi membayar sampah itu dengan beras, pulsa listrik, dan aneka barang jualan.

Mursidi, 26, melakoni pekerjaan sebagai guru sekaligus staf tata usaha. Pulang sekolah berganti kostum, menjadi pemulung yang merangkap pedagang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News