Kisah Para Sopir yang Terjebak di Demo dan Kewajiban Mencari Nafkah

Kisah Para Sopir yang Terjebak di Demo dan Kewajiban Mencari Nafkah
RAKYAT VS RAKYAT: Pengemudi GrabBike dikeroyok peserta unjuk rasa. FOTO: Fedrik Tarigan/JAWA POS

Iming-iming dari Uber yang menawarkan pendapatan dua kali lipat kalau tetap beroperasi saat jam demo tidak membuat Sabarudin beranjak menstarter mobilnya. ’’Saya nggak keluar sama sekali. Di rumah saja. Sengaja menghindari demo,’’ katanya. 

Langkah itu dinilai tepat. Sebab, dari tayangan televisi kemarin, terlihat kebrutalan para sopir taksi. Anggapan yang sama muncul dari teman-temannya yang memilih libur.

Mantan sopir Angkutan Kota 106 jurusan Parung–Lebak Bulus itu sempat berdiskusi dengan teman-temannya. Hasilnya jelas, tidak ingin Uber cepat ditutup. Sebab, dia sudah menggantungkan hidupnya pada platform itu. ’’Saya baru tiga bulan. Uber dan GrabCar jangan sampai ditutup lah,’’ tegasnya.

Dia berharap pemerintah bisa segera mencarikan solusi yang sama-sama menguntungkan. Sabarudin mengaku tidak tahu apa langkah yang terbaik. Sebagai mantan sopir angkot, dia tahu bahwa pekerjaannya sama-sama bertujuan mencari makan. ’’Masalahnya sama kok, nggak setiap hari banyak penumpang,’’ katanya.

Dia mengaku pernah tekor, namun juga pernah untung. Setiap bulan, dia mendapat uang kotor Rp 6 juta–Rp 7 juta. Itu belum dikurangi biaya bensin yang setiap hari mencapai Rp 100 ribu. ’’Saya juga masih bayar cicilan mobil,’’ tuturnya.

Lantaran masih punya tanggungan itu, Sabarudin tidak ingin terus ada gesekan antara taksi dan Uber. Demo membuat kedua pihak sama-sama tidak mendapat pemasukan. Hari ini dia akan kembali mencari penumpang karena kondisi sudah kondusif. 

’’Besok (hari ini, Red) sudah aman. Uber juga sudah minta jalanin seperti biasa,’’ ucapnya.  (dim/gun/gen/wir/c5/kim)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News