Kisah Para Sopir yang Terjebak di Demo dan Kewajiban Mencari Nafkah

Kisah Para Sopir yang Terjebak di Demo dan Kewajiban Mencari Nafkah
RAKYAT VS RAKYAT: Pengemudi GrabBike dikeroyok peserta unjuk rasa. FOTO: Fedrik Tarigan/JAWA POS

jpnn.com - INGAR-bingar unjuk rasa yang membuat ibu kota mencekam kemarin menyisakan cerita tentang Ali, 55; Sabarudin, 39; dan Bayu, 31. Selain pengemudi angkot serta taksi konvensional dan aplikasi, mereka adalah kepala keluarga yang harus membawa pulang segepok rupiah buat anak istri setiap hari. 

’’Kalau lu nggak mau ikut demo, ya nggak usah narik. Ngerti kagak?’’ Teriakan belasan orang di depan mobil angkutan kota (angkot) itu membuat Ali terpaku di kursi sopir. 

Dia tidak bisa keluar untuk memberikan penjelasan. Pintu dan sekeliling angkotnya dikepung. Dia pun mengalah. Lalu, mesin angkot dimatikan. Setelah puas, para pelaku sweeping melanjutkan perjalanan.

Kepada Jawa Pos yang menemuinya di sudut Terminal Kampung Melayu kemarin sore, Ali mengaku kenal baik dengan para pelaku sweeping. 

Mereka merupakan sesama sopir yang beroperasi di rute yang sama. Namun, dia menolak ikut dalam rombongan demonstrasi. ’’Kalau nggak narik sehari, mau makan apa istri dan anak di rumah?’’ ujar Ali sambil mengelap keringat di dahinya.

Saat kejadian, angkot Ali memang sedang penuh penumpang. Namun, dia menolak disebut memanfaatkan kesempatan sepinya angkot yang beroperasi. Menurut dia, anak dan istrinya tetap harus dinafkahi. 

Karena itu, dia memilih tetap menjalankan tugasnya sehari-hari. ’’Bukannya nggak ikut solidaritas. Tetapi, kalau pulang demo anak minta jajan, mau beli pakai apa?’’ ujarnya.

Demo yang berlangsung anarkistis juga membuat Sabarudin, 39, pengemudi Uber dari Pamulang, Tangerang Selatan, bimbang. Bapak dua anak itu tidak mau mempertaruhkan nyawanya. Sabarudin dan beberapa temannya yang berada di sekitar Pamulang memutuskan untuk libur sejak Senin malam (21/3).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News