Kisah Pasutri Saksi Hidup Tragedi Kapal Marvi Marmara

Dengar Suara Azan Paling Merdu

Kisah Pasutri Saksi Hidup Tragedi Kapal Marvi Marmara
RELAWAN GAZA- Dzikrullah dan Santi Soekanto saat bercerita di redaksi Jawa Pos. Foto: Frizal/Jawa Pos
Dzikrullah dan Santi merupakan dua di antara ratusan relawan kemanusiaan yang berusaha sedikit memerdekakan rasa takut dan kesepian warga Gaza dari kezaliman Israel. Mereka membawa bantuan berupa bahan makanan dan uang untuk menghibur rakyat yang negaranya tak henti-henti mendapat embargo sewenang-wenang itu.

 

Tak disangka, suasana takut lebih dini justru menghampiri para relawan. Padahal, mereka belum mencapai Gaza yang kondisinya lebih mencekam daripada suasana di atas kapal kemanusiaan tersebut. Sejak selepas subuh hingga menjelang waktu asar, tentara Israel menodongkan moncong senjata api ke wajah mereka. Tiga helikopter perang dan puluhan speed boat dengan persenjataan lengkap turut mengawal Marvi Marmara yang tengah "dibajak" tentara Israel.

 

Marvi Marmara kemudian digiring ke dermaga Israel dan tiap penumpang diinterogasi dengan kasar. "Setelah diinterogasi, kami ditahan di sebuah penjara Israel yang besarnya sekitar tiga atau empat kali Lapas Cipinang," ungkap Santi.

 

Di sel tahanan itulah para relawan menunggu nasib. Apakah akan dibebaskan Israel melalui jalur diplomasi atau akan ditahan tanpa pengadilan di penjara tersebut. "Saya sudah pasrah. Terlebih, Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan negeri itu," ujar Dzikrullah.

 

DZIKRULLAH Wisnu Pramudya dan Santi Soekanto merupakan suami-istri yang turut merasakan suasana mencekam di Kapal Marvi Marmara. Kapal tersebut dibajak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News