Kisah Penulis Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang, Berkarya Meski Patah Tulang

Kisah Penulis Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang, Berkarya Meski Patah Tulang
Mujahidin Nur (tengah). Foto: rumahalifadzkia

jpnn.com - MENULIS adalah melayani dengan tulus. Sama dengan seorang penulis bernama Mujahidin. Meski patah tulang pun, Mujahidin tetap menulis. Baginya, menulis juga sama dengan passion. Karena dengan menulis, ia bisa menuangkan apa yang dia pikirkan.

Awalnya, alumni Al-Azhar Mesir ini tidak menjadikan penulis sebagai sebuah cita-cita. Mujahidin awalnya, berniat ingin menjadi penerjemah. Ia menulis hanya sekadar untuk konsumsi pribadi. 

Namun, temannya menyarankan agar tulisan-tulisan yang dibuat dipublikasikan. Sudah 16 judul buku yang dibuat Mujahidin. Tak sedikit buku-buku yang ditulisnya banyak dibeli dan menjadi best seller. Salah satunya buku berjudul "Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang" yang diangkat dari kisah nyata. 

Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang ini memiliki cerita unik dan khas. Di dalamnya bukan hanya menceritakan tentang seorang bocah yang menjadi tokoh utama, namun mengulas semua tentang kehidupan di mana bocah itu dilahirkan, yakni Afrika. Isinya yang menarik dengan bahasa yang mengalir, agaknya membuat buku ini menjadi mega best seller, seperti dikampanyekan dalam cover depannya. 

Tercatat, dalam rentang empat bulan saja buku karya Mujahidin ini telah tercetak 75 ribu kopi. Apa yang mendasari Mujahidin menulis buku ini? 

Mujahidin tertarik pada sosok Syarifuddin Khalifah yang memiliki keajaiban yakni pada usia 1,5 tahun mampu melakukan salat serta menghafal Alquran dan Bible. Lalu pada usia 4-5 tahun, Syarifuddin Khalifah menguasai lima bahasa. Pada usia itu Syarifuddin Khalifah mulai melakukan safari dakwah ke berbagai penjuru Tanzania hingga ke luar negeri. Hasilnya, lebih dari seribu orang masuk Islam. 

"Saya rasa Syarifuddin Khalifah adalah anak ajaib," ujar pria kelahiran Indramayu, 2 November 1978 itu.

Selain menjadi megabest seller, ada pengalaman yang berkesan menurut Mujahidin selama menulis buku tersebut. Saat menggarap buku itu, Mujahidin tengah sakit. Saraf-saraf di tangan kanannya putus dan menyebabkan patah tulang. Dalam kondisi seperti itu, Mujahidin tetap menulis dan menyelesaikan bukunya. 

MENULIS adalah melayani dengan tulus. Sama dengan seorang penulis bernama Mujahidin. Meski patah tulang pun, Mujahidin tetap menulis. Baginya, menulis

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News