KLHK Setop Pertambangan Bauksit di Ketapang

KLHK Setop Pertambangan Bauksit di Ketapang
Penghentian pertambangan. Foto: KLHK

jpnn.com, KETAPANG - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali menegakkan aturan terhadap kegiatan pertambangan ilegal. Kali ini tim gabungan KLHK dan Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat, melakukan penggerebekan terhadap usaha pertambangan bauksit ilegal milik PT. Laman Mining (LM), di Hutan Produksi Konversi (HPK) Sungai Tulak, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (20/8).

Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK, KLHK, Sustyo Iriyono, menjelaskan, PT. LM membawa tujuh unit excavator untuk digunakan dalam penambangan bauksit pada dua lokasi yang berbeda, yaitu areal Puring dan Kempapak, di dalam kawasan HPK Sungai Tulak. "Kegiatan ini dilakukan tanpa ada surat izin Menteri LHK," kata Sustyo.

Berawal dari informasi masyarakat tentang adanya aktifitas pertambangan illegal di kawasan hutan Sungai Tulak, serta setelah melakukan Pulbaket dan Operasi, pada hari Senin (20/8), Tim SPORC KLHK Brigade Bekantan menemukan tiga unit excavator sedang melakukan kegiatan penambangan bauksit di areal Puring. Selain itu di areal Kempapak, Tim SPORC kembali mendapati empat unit excavator dengan kegiatan yang sama.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Penyidik KLHK, diketahui bahwa kegiatan pertambangan bauksit tersebut dilakukan oleh beberapa kontraktor alat berat yang disewa oleh PT. LM. Sementara itu, areal Puring dan Kempapak, yang diklaim PT. LM sebagai wilayah kerjanya, diketahui belum mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri LHK, berdasarkan hasil overlay dengan peta Kawasan Hutan.

Kawasan hutan Sungai Tulak merupakan wilayah penyangga (buffer zone) Taman Nasional Gunung Palung, serta salah satu habitat satwa orangutan yang sangat penting. "Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap kawasan hutan Sungai Tulak, dan menjaganya agar tidak rusak, sangatlah penting", tegas Sustyo.

Saat ini penyidik KLHK telah menetapkan PT. LM secara Koorporasi sebagai tersangka, dan melakukan pemeriksaan terhadap Direksi dan Komisaris terkait. PT. LM diduga telah melanggar Undang-Undang No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 89 Ayat 2 Huruf a dan/atau Huruf b, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, plus denda paling sedikit Rp 20 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.

Terhadap penanganan perkara ini, KLHK akan terus berkoordinasi dengan Polda Kalbar, Kejaksaan Tingi Kalbar, dan penegak hukum lainnya untuk terus mengawal perkara ini hingga tuntas.

Menanggapi kasus tersebut, Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani, menyatakan, “Kegiatan tambang illegal harus kita tindak tegas, apalagi pelakunya korporasi. Mereka harus dihukum seberatnya, mereka ini tidaknya hanya merugikan negara, mereka telah merusak ekosistem dan habitat satwa, serta mengancam kehidupan masyarakat”.

Penyidik KLHK telah menetapkan PT. LM secara koorporasi sebagai tersangka dan melakukan pemeriksaan terhadap direksi dan komisaris terkait.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News