Kok di Jalan Slamet Riyadi Solo Jadi Banyak Hotel?

Akademisi Pertanyakan Grand Design Tata Kota Solo

Kok di Jalan Slamet Riyadi Solo Jadi Banyak Hotel?
Suasana Jalan Slamet Riyadi, Solo saat boyongan pedagang kaki lima pada 2 April 2016. Foto: Radar Solo/JPG

Menurutnya, Pemkot Solo terlalu permisif terhadap investor yang menanamkan modal dalam dengan mendirikan hotel. “Asal ada tanah kosong, duitnya cocok, bangun,” ulasnya.

Dia lantas merujuk pada kondisi Jalan Slamet Riyadi yang dijejali hotel di kanan dan kiri jalan utama di Kota Bengawan itu. Agar ideal, katanya, harus ada regulasi yang bisa mempertemukan kepentingan modal dengan tata kota.

Menurutnya, jarak hotel yang sangat dekat sebenarnya tidak menjadi persoalan dalam tata kota selama kewajiban di dalamnya terpenuhi. Contohnya drainase, ruang terbuka hijau, instalasi pengelolaan limbah, serta masalah perparkiran.

Namun, di sisi lain hotel-hotel yang ada harus ditinjau ulang. Yakni apakah lokasinya di lahan yang peruntukannya memang hotel atau bukan.

“Dilihat di grand design tata kota dulu. Sayangnya pemkot punya atau tidak?” ucapnya dengan nada ragu.

Sedangkan Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Surakarta Basid Burhanudin mengatakan, jumlah hotel berbintang di Solo mencapai sekitar 45 unit. Sedangkan hotel nonbintang di kota yang kini dipimpin Hadi Rudyatmo itu mencapai sekitar 100 unit.

“Jalan Slamet Riyadi memang menjadi jalur idola bagi investor membangun hotel karena merupakan jalur utama. Ternyata ini berpotensi terjadi kemacetan,” katanya.

Sebab itu, PHRI menyarankan kepada beberapa investor untuk membangun hotel di Solo bagian utara. Sebab, lahan yang tersedia masih cukup luas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News