Komnas HAM: Mustahil Kasus Kematian Laskar FPI Dibawa ke Pengadilan Internasional

Komnas HAM: Mustahil Kasus Kematian Laskar FPI Dibawa ke Pengadilan Internasional
Wakil Ketua Komnas HAM Beka Ulung Hapsara. Foto: Fathan Sinaga /JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menyebutkan, upaya Tim Advokasi Korban Tragedi 7 Desember 2020 yang membawa kasus kematian enam orang anggota Front Pembela Islam (FPI) ke pengadilan pidana internasional atau International Criminal Court (ICC), akan menemui jalan buntu.

Sebab, kata Beka, Indonesia belum meratifikasi Statuta Roma. Yakni perjanjian antarnegara di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dibentuk pada 17 Juli 1998.

"Kalau kemudian mau ke mahkamah atau pengadilan internasional, jelas tidak mungkin. Kenapa? Sebab, Indonesia tidak atau belum meratifikasi Statuta Roma," kata Beka saat dihubungi awak media, Senin (25/1).

Sebagai informasi, Statuta Roma menyebutkan bahwa ICC hanya bisa mengadili sebuah kasus yang masuk kategori pelanggaran HAM berat. Seperti genosida, kejahatan perang, agresi, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Indonesia belum meratifikasi Statuta Roma itu," beber dia.

Menurut Beka, langkah terbaik menyelesaikan tragedi enam laskar yakni ke kepolisian. Toh, calon Kapolri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo berjanji saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR, akan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM dalam tragedi 7 Desember.

Komnas HAM dalam rekomendasinya menyebutkan, terjadi pelanggaran HAM dalam insiden tewasnya empat dari enam laksar FPI pada 7 Desember 2020.

"Nah, kepolisian, Pak Listyo dalam fit and proper test sudah bilang komitmennya untuk menjalankan semua rekomendasi Komnas HAM. Itu saya kira jalan terbaik menurut Komnas," ungkap Beka.

Menurut Beka, pengadilan Pidana Internasional hanya untuk pelanggaran HAM yang benar-benar serius

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News