Korban Peradilan Sesat Desak Pemeriksaan Jaksa dan Hakim

Korban Peradilan Sesat Desak Pemeriksaan Jaksa dan Hakim
Ketua Dewan Pembina Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia Gabriel Sola (kanan). Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Kriminalisasi, diskriminasi dan mafia hukum di Indonesia masih marak, khususnya di wilayah hukum DKI Jakarta.

Para penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa hingga hakim perlu diusut keterlibatan dan tanggung jawabnya.

Hal itu agar kebenaran dan keadilan sebuah kasus harus diungkapkan secara objektif yang didukung dengan bukti hukum.

Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia menegaskan perlunya mengusut tuntas kasus-kasus hukum yang diskriminatif. Apalagi, proses hukum yang menyebabkan kriminalisasi atas korban yang mencari keadilan.

Gabriel Sola selaku Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia di Jakarta, Minggu (6/3/2022), menegaskan diskriminasi dan kriminalisasi itu di antaranya terjadi dalam sejumlah kasus tanah.

Tidak sedikit para mafia tanah yang sesungguhnya lolos dan memenangkan sengketa tanah.

“Hal itu bisa terjadi karena keterlibatan aparat penegak hukum. Polisi, jaksa dan hakim harus diusut dan bertanggung jawab,” tegas Ketua Kompak Indonesia ini.

Devid dan Effendi adalah dua korban kriminalisasi yang dituding sebagai mafia tanah di kawasan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Maret 2021 lalu.

Gabriel Sola selaku Ketua Dewan Pembina Padma Indonesia menegaskan peradilan sesat karena terjadi diskriminasi dan menyebabkan kriminalisasi pada korban yang dituding sebagai mafia tanah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News