Koruptor Milenial

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Koruptor Milenial
Penyidik KPK memperlihatkan barang bukti OTT Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Masud di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/1). Foto: Ricardo/JPNN.com

Setiap kali susunan kepengurusan parpol diumumkan, setiap kali pula publik akan melihat siapa yang menjadi sekretaris dan bendahara.

Posisi bendahara selalu diisi oleh orang-orang kepercayaan ketua. Bendahara bukan cuma pintar cari uang, tetapi juga pintar mengamankan partai dan sang ketua. Aman dalam arti, kalau ada praktik-praktik penerimaan uang yang abu-abu, sang ketua akan tetap aman dan bersih.

Bendahara partai bukan hanya menjaga ketua tetap bersih, tetapi juga memastikan uang yang dikelolanya juga bersih, bila perlu uang itu harus dicuci melalui money laundering.

Praktik itu menjadi seragam dari pusat sampai ke daerah-daerah. Karena itu para bendahara parpol ini sering menjadi sasaran tangkapan KPK, karena praktik-praktik pengelolaan uang yang sering vivere-vivere coloso, menyerempet bahaya.

Salah satu kasus korupsi fenomenal yang melibatkan bendahara partai adalah kasus M. Nazaruddin yang menjadi bendahara umum Partai Demokrat. Pada 2010 Nazaruddin ditangkap KPK setelah buron berbulan-bulan dan kemudian ditangkap di Cartagenna, Kolombia.

Penangkapan Nazaruddin kemudian mengungkap rangkaian korupsi yang melibatkan anak-anak muda politisi Partai Demokrat, yang ketika itu menjadi the ruling party, partai penguasa.

Anas Urbaningrum, ketua umum Partai Demokrat adalah politisi muda yang menjadi rising star politik Indonesia saat itu. Anas ditangkap KPK karena korupsi proyek pembangunan sarana olahraga Hambalang.

Nazaruddin sebagai bendahara partai bertindak sebagai operator untuk mencarikan uang untuk sang ketua umum.

Stereotip mengenai anak muda zaman now itu buyar ketika muncul koruptor milenial.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News