KPI Berani Semprit, Bawaslu Masih Normatif

KPI Berani Semprit, Bawaslu Masih Normatif
KPI Berani Semprit, Bawaslu Masih Normatif

jpnn.com - JAKARTA - Tayangan iklan partai politik maupun kandidat capres di media elektronik yang kian marak memunculkan kesan tidak adanya kontrol dari Komisi Penyiaran Indonesia maupun penyelenggara pemilu. Selain masalah belum adanya regulasi yang tegas, ternyata masih ada perbedaan persepsi antara KPI dan penyelenggara pemilu, terutama Badan Pengawas Pemilu, untuk mengawasi bermunculannya iklan politik, terutama media televisi.

Komisioner KPI Idy Muzayyad menyatakan, problem utama pada kontrol iklan politik adalah perbedaan persepsi antara pihaknya dan penyelenggara pemilu. Secara normatif, ujar Idy, iklan kandidat capres dengan munculnya logo partai memang belum bisa disebut kampanye. "Kalau merujuk pada aturan undang-undang, harus ada visi dan misi serta ajakan," ujar Idy saat dihubungi  Jumat (3/1).
     
Dalam pandangan normatif itu, Idy menilai bahwa sulit bagi KPI maupun penyelenggara pemilu memberikan sanksi terhadap iklan tersebut. Namun, lanjut Idy, KPI menilai, secara substantif, iklan politik dan kandidat capres parpol yang muncul selama ini sudah merupakan bentuk kampanye.  "Kami sudah memberikan teguran setidaknya kepada enam stasiun televisi," ujarnya.
 
Sesuai dengan aturan UU Pemilu, kampanye parpol melalui iklan hanya bisa dilakukan pada 21 hari menjelang hari tenang pemungutan suara pemilu legislatif. Namun, teguran itu tidak berlanjut pada mekanisme yang seharusnya dilakukan penyelenggara pemilu. Idy menyatakan, teguran itu seharusnya ditindaklanjuti penyelenggara pemilu dengan memberikan sanksi kepada parpol yang beriklan.  

"Tapi, Bawaslunya tidak memberikan sanksi kepada parpolnya. Ini ada perbedaan tafsir antara penyelenggara pemilu dengan KPI," ujarnya.

Idy menyatakan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, arus iklan politik yang muncul di televisi akan dibatasi. Draf peraturan KPI terkait dengan iklan dan kampanye politik tinggal mengagendakan satu kali pertemuan lagi. Acaranya,  mendengarkan masukan semua pihak dan stakeholder.  "Pertengahan Januari nanti akan disahkan," target Idy.

Peneliti Perludem Veri Junaidi menambahkan, definisi kampanye seperti yang muncul dalam aturan UU Pemilu memang memberikan celah bagi iklan politik saat ini. Menurut Veri, para pembuat undang-undang terkesan tidak mengevaluasi definisi kampanye. "Sejak awal,  undang-undang menjadi celah, namun tidak pernah menjadi evaluasi," ujar Veri di kantor Bawaslu.

Veri menilai, peraturan KPI mengenai iklan dan kampanye politik bisa menjadi jawaban atas pertanyaan seberapa ketat pengawasan dan sanksi dari  penyelenggara pemilu terhadap iklan politik yang melanggar. KPI sebaiknya tidak perlu menunggu waktu yang lama untuk mengesahkan aturan itu. "Dengan waktu yang ada, mestinya peraturan KPI segera disahkan," ujarnya.

Sejumlah komisioner Bawaslu belum bisa dikonfirmasi atas penegakan aturan mengenai iklan kampanye ini. Telepon Ketua Bawaslu Muhammad tidak aktif saat dihubungi. Demikian pula pesan pendek yang dikirimkan wartawan koran ini kepada Komisioner Bawaslu Bidang Pengawasan dan Pelanggaran Pemilu Endang Wihdatiningtyas. (bay/c1/fat)


JAKARTA - Tayangan iklan partai politik maupun kandidat capres di media elektronik yang kian marak memunculkan kesan tidak adanya kontrol dari Komisi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News