KPK Harus Selidiki Kasus Batu Bara

jpnn.com - JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani membidik bau korupsi dalam masalah pembayaran royalti pertambangan batubara. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Denny Indrayana, mencurigai adanya potensi korupsi dalam masalah itu.
"Kalau diarahkan kepada kerugian negara, korupsi di sektor pertambangan itu most likely terjadi. Sangat kental baunya. Dalam masalah royalti batubara, bisa dilihat bagaimana disharmoni peraturan terkait pajak batubara. UU (UU Nomor 11 Tahun 1994) bilang kena pajak, tapi PP Nomor 144 Tahun 2000 bilang gak kena pajak. Dari segi tata negara ini udah kacau balau," ujar Denny dalam sebuah diskusi tentang Penegakan Hukum bagi Pembangkan Royalti Batubara di pressroom DPR RI, Jakarta, Rabu (13/8).
Menurutnya, adanya kebijakan yang tidak sinkron antara Menteri Keuangan dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tidak sebatas persoalan peraturan semata. "Ketidakjelasan ini terkait dengan potensi korupsi. Perlu didorong agar KPK masuk kesitu. Tanpa menunggu audit investigasi BPK, sebenarnya KPK bisa masuk dari awal," cetusnya.
Denny menduga adanya kebijakan yang tidak sinkron diantara pembantu Presiden itu justru memperjelas adanya 'jual beli' kebijakan sehingga investor dan pemegang kontrak memperoleh fasilitas istimewa.
"Fasilitas yang besar itu trade off-nya adalah tindak pidana korusi. Kalau ditanya siapa yang terlibat? Itu harus dirunut dari hulu ke hilir. Kalau dulu PP-nya (PP Nomor 144 Tahun 2000) dirumuskan jaman Mentamben dipegang SBY, bukan tidak mungkin mengarah kesana," ulasnya.
Denny merasa yakin adanya hal yang tidak beres baik dalam masalah kontrak ataupun pembayaran royalti batubara. Dikatakan, potensi ekonomis batubara sangat luar biasa. "Pasti ada something wrong dengan perjanjian pertambangan kita. Batubara itu luar biasa. Bakrie (keluarga Bakre) itu kaya salah satunya karena batubara," ucapnya.
Meski kebijakan itu belum tentu menjadi indikasi korupsi, sambungnya, namun potensi korupsi sektro pertambangan batubara itu tetap ada. "Saya tetap katakan potensi korupsinya besar. Kalau ada policy yang tak konsisten, itu biasanya ada timbal baliknya. Kalau ada kebijakan yang pro kontarktor, ya arahnya seperti itu," pungkasnya.(ara/JPNN)
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani membidik bau korupsi dalam masalah pembayaran royalti pertambangan batubara. Direktur
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Pemerintah Pusat Memproses Usulan Gelar Pahlawan Nasional untuk Marsinah
- Tiga Saksi dari Gapensi Ungkap Fee 13 Persen Disetor ke Alwin Basri Suami Mbak Ita
- Soal Wacana Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Legislator Bicara Prinsip Keadilan
- Investasi Jateng di Triwulan I-2025 Capai Rp 21 Triliun
- Hasan Nasbi Hadiri Sidang Kabinet Meski Sudah Mengundurkan Diri, Kok Bisa?
- Tak Hanya Siswa, Orang Dewasa Bermasalah Juga Bakal Dikirim ke Barak Militer