Krisis Tol

Oleh: Dahlan Iskan

Krisis Tol
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Mirza Mirwan
"Saya pernah bikin peraturan: semua karyawan mendapat tunjangan kesehatan -- kecuali yang merokok." Kalimat itu mengingatkan saya pada cerita seorang tetangga yang pernah dimarahi Dokter Oen (Born Ing), dokter dermawan yang namanya diabaikan menjadi nama rumah sakit swasta terkenal di Solo. Dr. Oen tak pernah memungut bayaran kepada pasien tidak mampu. Tetapi ia bisa marah besar kalau ada pasien yang tak mau mematuhi nasihatnya. Seperti tetangga saya. Pertama kali berobat ke dokter Oen, karena batuk-batuk dan dada sesak, ia diberi obat dan pesan agar berhenti merokok. Gratis. Selang tiga Minggu kemudian ia datang lagi. "Kamu itu sebenarnya kepengin sehat atau kepengin mati?" tanya dr. Oen dalam bahasa Jawa Ngoko,setelah memeriksa. "Kalau kepengin mati, ya sudah, merokok saja sesukamu, tidak usah datang ke sini. Tapi kalau kepengin sehat, dibilangi jangan merokok, ya jangan merokok!" "Saya juga sudah berhenti merokok, Dok!" kata tetangga saya dengan bahasa Krama Inggil -- tetapi sebenarnya bohong. "Rumangsamu aku ki bisa mbok gorohi? Ababmu ki ababe wong udut!" -- Kamu kira aku bisa kamu bodohi? Bau mulutmu itu bau mulut orang merokok! Sekali lagi ia diberi obat gratis. Dan akhirnya ia benar-benar tobat, berhenti merokok -- bukan rokok buatan pabrik, tetapi melinting tembakau sendiri (tingwe). Konon, ketika dr. Oen meninggal ia kelewat sedih, melebihi kesedihannya saat orangtuanya sendiri meninggal. Nama tetangga saya itu Busroni, buruh di pabrik tenun milik keturunan Arab di Gading -- sudah meninggal tahun 1991 (sembilan tahun setelah meninggalnya dr. Oen) dalam usia 58 tahun.

Tarjo
Nasib si babi... Jadi ingat dulu saat tiap hari naik KRL. Ada penumpang yang nyeletuk, " kereta ini sudah seperti istri, dicaci, dimaki, tapi tiap hari masih dinaikin juga".

*) Diambil dari komentar pembaca www.disway.id

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Berita Selanjutnya:
Krisis Izin

Itu menunjukkan Presiden Jokowi tidak ragu-ragu menjatuhkan hukuman drastis secara mendadak. Namun, presiden juga realistis.


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News