Kritik Draf RUU Kesehatan, Pakar: BPJS Seharusnya Diatur Dalam Satu Undang-Undang

Kritik Draf RUU Kesehatan, Pakar: BPJS Seharusnya Diatur Dalam Satu Undang-Undang
RUU Kesehatan tidak memenuhi syarat keterhubungan untuk disatukan ke dalam undang-undang, karena memiliki materi muatan yang terlalu luas dan tidak serumpun. Foto/Ilustasi: BPJS Kesehatan.

Sehingga berpotensi menimbulkan tarik ulur kewenangan untuk menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangan BPJS.

Padahal RUU Kesehatan disebut-sebut untuk mengurangi regulasi, tetapi Fitriani menilai RUU tersebut justru berdampak sebaliknya.

“Ini akan berpotensi membingungkan tujuan dibentuknya UU BPJS dan UU SJSN. Saya khawatir dengan RUU Kesehatan, mungkin fokusnya lebih ke kesehatan karena BPJS di situ hanya sebagai pelengkap,” tegas Fitriani.

Fitriani mengatakan DPR dan Pemerintah harus menghormati Mahkamah Konstitusi dengan melaksanakan Putusan MK Nomor 007/PUU-III/2005, yakni yang menentukan agar BPJS diatur dalam satu undang-undang tersendiri yang tidak bercampur dengan materi lainnya.

Hal itu karena, berdasarkan teori materi muatan dan dikuatkan penafsiran Putusan MK Nomor 007/PUU-III/2005 terhadap Pasal 5 ayat (1) UU SJSN.

“DPR RI dan Pemerintah seyogyanya tidak mencampuradukkan UU BPJS dan UU SJSN dalam RUU Kesehatan. BPJS seharusnya diatur ke dalam satu undang-undang yang tersendiri dan tidak bercampur pengaturannya dengan materi-materi lain," ujarnya.

"Sebab UU BPJS adalah amanat langsung dari UU SJSN. DPR RI dan Pemerintah hendaknya memahami bahwa penguatan kewenangan kementerian terhadap BPJS dapat menjadikan BPJS kurang leluasa dan menambah birokrasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara jaminan kesehatan,” pungkasnya. (jpnn)


RUU Kesehatan tidak memenuhi syarat keterhubungan untuk disatukan ke dalam undang-undang, karena memiliki materi muatan yang terlalu luas dan tidak serumpun.


Redaktur & Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News