Kurang Semriwing, Didi Kempot Tak Bisa Nyanyikan Stasiun Balapan

Kurang Semriwing, Didi Kempot Tak Bisa Nyanyikan Stasiun Balapan
Pruduction Manager PT IMC Duta Record Hadi Pranoto di ruang kerjanya. Foto: Dody Bayu Prasetyo/Jawa Pos

”Kalau warga di sini (Semarang) masih menganggap CD orisinal masih terlalu mahal. Tapi, kalau di Jakarta dan penikmat musik yang bener, berapa pun harganya pasti lebih memilih yang orisinal,” ungkapnya.

Sejak memperkenalkan album Bossanova Jawa I pada 2003, hingga kini PT IMC Duta Record telah mengeluarkan delapan album Bossanova Jawa. Total lagu yang telah digubah ke bossas sekitar 80 buah. Di antaranya Alun-Alun Nganjuk ciptaan Daru Antariksa, Yen Ing Tawang gubahan Anjarany, Cucak Rowo (anonim), Ojo Sujono ciptaan Didi Kempot, hingga Nagih Janji. Lagu Nunut Ngiyup diubahnya menjadi mirip Mosaic-nya Art Blakey, sementara lagu Cucak Rowo kini memiliki rasa Snide Remarks milik Bill Stewart.

Bukan hanya bahasa Jawa yang diubah Hadi ke bossas. Lagu berbahasa Indonesia pun pernah dia garap menjadi bossa nova. Antara lain Jembatan Merah ciptaan Gesang, Hitam Manis karya Ismail Marzuki, dan Kota Solo gubahan Samsidi. Hadi juga mengatakan tidak menentukan jazz aliran mana yang digunakan untuk mengiringi gending-gending Jawanya. ”Pokoknya, kalau didengar bisa pas dan enak, yo wes,” ucapnya.

Sebagai seniman, Hadi sangat sedih tatkala isi rekaman hasil buah karya timnya dibajak pihak yang tidak bertanggung jawab. Akibat pembajakan tersebut, dia mengaku hanya memperoleh keuntungan bersih sebesar 30 persen dari tiap keping CD Bossanova Jawa seharga Rp 35 hingga 40 ribu. ”Sisanya diambil pembajak,” katanya.    

Gara-gara pembajakan itulah, Hadi mengakui, pihaknya tidak berani mencetak banyak album. Maksimal seribu keping. Tujuannya, album tersebut tidak dibajak karena dianggap tidak akan laku. Padahal, IMC menganut falsafah Jawa alon-alon asal kelakon. ”Kalau seribu habis ya cetak lagi. Itu lebih baik daripada dimakan pembajak,” tutur Hadi.

Hadi berharap pemerintah memperhatikan karya seniman dan lebih memperketat pengawasan terhadap tindak pidana pembajakan. ”Saya kadang bertanya, buat apa kita membayar pajak untuk karya kita" Apakah nanti karya kita dilindungi?” ujarnya masygul. (*/c9/noe)


Meredupnya musik dengan lirik berbahasa Jawa setelah era campursari dan keroncong dangdut membuat penggiat musik tradisional ini kelabakan. Musik


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News