Kurban

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kurban
Mal Hewan Kurban H Doni di Depok, Jawa Barat, menjual sapi berbagai ukuran untuk Iduladha. Foto: Ricardo/JPNN.com

Islam mengajarkan moderasi, tawasuth, dalam segala hal termasuk dalam makanan. Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Muhammad SAW menganjurkan agar sepertiga perut diisi makanan, sepertiga diisi air, sepertiganya dikosongkan. Muslim adalah kaum yang tidak makan kecuali lapar dan ketika makan tidak kekenyangan.

Makan daging adalah kebutuhan hidup akan kalori. Makan steak adalah expensive life style, gaya hidup yang mahal. Dan lebih mahal serta lebih gaya lagi adalah makan steak daging sapi wagyu dari Jepang yang lembut dan empuk.

Untuk memenuhi nafsu konsumerisme masyarakat modern sapi-sapi di Jepang itu harus mengalami penderitaan yang menyedihkan.

Sapi-sapi itu ditempatkan di kerangkeng seukuran tubuhnya, tidak bisa bergerak dan tetap berdiri seumur hidupnya tanpa boleh sedetik pun duduk. Tujuannya supaya dagingnya lembut berair dan ototnya halus tidak kenyal. Ia diberi makanan pilihan dan untuk minumnya diberi sake.

Setelah lima bulan dalam kerangkeng, sapi digiring ke penjagalan. Itulah kali pertama dan terakhir sapi itu berjalan. Islam tidak membolehkan hewan yang masih sangat muda untuk dijadikan hewan kurban.

Sekarang ini manusia di planet bumi jumlahnya tujuh miliar, sedangkan populasi hewan liar di seluruh dunia tidak sampai seratus juta. Manusialah penyebab kepunahan hewan-hewan liar itu.

Mereka masih dibunuh dan selebihnya didomestifikasi, dijinakkan dan diternakkan untuk kemudian dimangsa oleh manusia menjadi sate, soto, dan steak.

Populasi hewan ternak di dunia sulit diperkirakan, tetapi bisa dipastikan jumlahnya sepuluh kali lipat manusia.

Penyembelihan hewan kurban dalam Iduladha beberapa tahun terakhir juga menjadi sasaran kritik dan kontroversi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News