Kusni Kasdut, Hikayat Bandit Revolusioner

Kusni Kasdut, Hikayat Bandit Revolusioner
Tanda tangan Kusni Kasdut. Foto: Istimewa.

Seperti hari-hari biasanya, hari itu Museum Nasional Jakarta yang hanya berjarak sepelemparan batu dari Istana Presiden dibuka untuk umum. Seorang pemandu tampak asyik membeber kisah. Dia dikerubungi beberapa pengunjung.

“Pemerintah Hindia Belanda membuka museum ini untuk umum pada tahun 1868,” papar pemandu itu. 

“Sebetulnya, museum ini mulai dibangun sejak tahun 1862, ketika pemerintah Hindia Belanda berhasil mengumpulkan aneka koleksi untuk dipajang. Nah, koleksi-koleksi itu masih terawat baik hingga hari ini. Seperti yang saudara-saudara bisa lihat…”

Meseum yang terletak di Jalan Merdeka Barat 12 ini mengoleksi benda-benda kuno dari berbagai penjuru tanah air. Seperti arca, prasasti, keramik, tekstil dan benda-benda kerajinan tangan kuno lainnya.

“Kenapa orang-orang sering menyebut tempat ini Museum Gajah?” seorang pengunjung yang sedari tadi antusias menyimak pemaparan pemandu, melempar tanya.

“Tahun 1871, Raja Chulalongkorn dari Thailand menghadiahi patung gajah dari bahan perunggu. Patung itu sampai hari ini masih bisa Anda dilihat di depan sana. Sejak patung besar itu hadir di tempat ini, sejak itu pula orang sering menyebut tempat ini Museum Gajah,” pemandu itu faseh menjelaskan. Beberapa pengunjung tampak mencatat. Beberapa hanya manggut-manggut.

Tiba-tiba…

Seseorang berseragam polisi masuk dan menodongkan senjata ke arah kerumunan. Baik pemandu dan pengunjung sontak terperanjat. 

Sebuah cerpen sejarah karya Wenri Wanhar* ======= LP Kalisosok, 16 Februari 1980 Dua belas penembak jitu ambil posisi. Dari dua belas bedil, hanya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News