Larangan Koruptor jadi Caleg, Begini kata Psikolog

Larangan Koruptor jadi Caleg, Begini kata Psikolog
Koruptor. Foto: Pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan larangan bagi koruptor untuk menjadi caleg. Aturan ini menurut Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel bagus, tapi rapuh.

"Mengapa pelaku kejahatan korupsi perlu mendapat perlakuan 'istimewa' seperti yang ditetapkan KPU?," tanya Reza, Senin (2/7).

Dia menilai, filosofi dan praktik penanganan perlapasan, terlebih terhadap penjahat korupsi, tidak spesifik. Akibatnya, tidak ada perbedaan tabiat koruptor antara pra dan pascapemenjaraan.

Reza berpendapat, politisi dengan catatan kriminal korupsi (berarti punya mindset koruptif) akan menghasilkan produk politik yang juga koruptif. Jika itu yang terjadi, penghancuran terhadap kesejahteraan rakyat tidak lagi sebatas dilakukan sebagai kejahatan individu per individu.

Namun, lanjut dia, sudah terkonstruksi sebagai kejahatan sistemik bahkan sejak level perundang-undangan.

"Kesamaan jiwa dan langkah antarlembaga penegakan hukum dalam masalah korupsi masih belum optimal. Perlakuan hukum relatif masih biasa-biasa saja terhadap kejahatan yang disebut-sebut sebagai kejahatan luar biasa. Dibutuhkan sanksi ekstrayudisial (sanksi sosial) untuk menambalnya," paparnya.

Berbeda dengan kejahatan terorisme di mana sesama anggota keluarga kerap tidak mengetahui niat dan rencana jahat pelaku, tambah Reza, kejahatan korupsi justru dilakukan (secara tidak langsung) dan dinikmati oleh anggota keluarga.

Dengan demikian, melarang koruptor menjadi caleg sesungguhnya merupakan perlindungan terhadap keluarga si koruptor sendiri agar tidak terjangkiti tabiat busuk serupa. (esy/jpnn)


Dia menilai, filosofi dan praktik penanganan perlapasan, terlebih terhadap penjahat korupsi, tidak spesifik.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News