Liburan Wu-Yi

Oleh: Dahlan Iskan

Liburan Wu-Yi
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Di Shanghai ini, dari jauh pun pagoda vihara itu sudah terlihat. Tinggi. Indah. Kuno. Setelah dekat terlihatlah begitu banyak orang keluar masuk pintu gerbangnya.

Saking banyaknya sampai-sampai saya salah sangka.

"Apakah di dalam sana ada stasiun kereta bawah tanahnya?" tanya saya ke Hansen.

"Tidak ada," jawab Hansen. Pengusaha ekspor-impor ini lahir di Keban Jahe, Karo, Sumut. Ia tamat SMAN di Keban Jahe. Lalu kuliah akutansi di Universitas Taruma Negara Jakarta. Hansen dari suku Tiuchu. Hampir 100 persen Tionghoa di Kabanjahe dari suku Tiuchu --yang juga disebut Chaozhou.

Tidak ada stasiun kereta di dalam kompleks vihara Long Hua. Namun, banyaknya orang yang keluar masuk seperti ada stasiun di dalamnya.

Berarti vihara Long Hua ini sangat terkenal. Saya heran: di negara komunis masih ada orang sembahyang begitu banyaknya. Berbondong. Mengalir deras. Yang masuk. Yang keluar. Tiada henti.

Aliran orang masuk gerbang itu mengarah ke deretan kios pembelian yosua. Satu bungkus tiga batang.

Dengan yosua di telapak tangan di dada, mereka menuju halaman pagoda. Mereka melakukan "tawaf": berjalan mengelilingi pagoda tua setinggi 40 meter itu. Tiga putaran.

Meski sudah sering ke Tiongkok saya lupa bahwa ini menjelang libur panjang. Semua orang sibuk menyiapkan pulang kampung.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News