Liburkan Pedagang, Kompensasi Tak Memuaskan
Selasa, 03 November 2009 – 05:47 WIB
Selain pedagang, yang mencari nafkah di pantai itu adalah para pemijat. Mereka juga dipaksa libur selama proses syuting EPL. Hanya saja, kompensasi yang diterima para pemijat jauh lebih sedikit ketimbang para pedagang. Para pemijat dapat kompensasi Rp 6 juta per hari.
Total, mereka menerima Rp 36 juta. Jumlah ini harus dibagi rata kepada 69 pemijat yang beroperasi di Pantai Padang-Padang. "Dengan uang segitu, berarti satu pemijat hanya mendapat sekitar Rp 500 ribu selama enam hari," kata Parwati pula.
Padahal menurut pengakuan mereka, lazimnya dalam sehari para pemijat itu bisa meraup penghasilan hingga Rp 300 ribu. "Kalau dihitung-hitung, sebagian dari kami memang dirugikan. Tapi, karena kadung terjadi, ya mau bagaimana lagi," kata salah seorang pemijat yang enggan disebutkan namanya.
Yang paling diuntungkan dengan dijadikannya pantai itu sebagai lokasi syuting EPL adalah para pemilik warung makanan permanen di sekitar pantai. Meski hanya berdagang di gubuk darurat, enam pemilik warung itu mendapat uang kompensasi Rp 2 juta per hari, atau Rp 12 juta selama enam hari. "Dari semua pedagang, merekalah yang paling beruntung," ujar Parwati lagi.
Ketika syuting film Eat, Pray, Love (EPL) di Kabupaten Badung, sejumlah pedagang mendapat rezeki nomplok. Tempat berjualan mereka disterilkan. Sebagai
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor