Lihat Nih, Megahnya Kampung Pedagang Warteg di Tegal, Semua Rumah Mewah!
Selain harga sewa bangunan yang terus melambung, pedagang warteg kewalahan mencari karyawan (pembantu masak). ''Sidakaton dan Sidapurna adalah dua desa yang bergandengan dan dikenal sebagai kampung warteg,'' ucapnya.
Sejak 1970-an, lanjut Faizin, warga di dua desa itu merantau ke Jakarta untuk membuka warung kecil-kecilan. Saat itu, warga perantau hanya menjual makanan kecil dan gorengan.
''Belum menyediakan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya,'' ujar Faizin.
Warteg, ungkap dia, mengalami kejayaan pada 1980-1990. Sebab, harga sewa warung dan upah karyawan saat itu masih murah.
Hingga kini, di antara sekitar 10 ribu warga Desa Sidapurna, 50 persen masih menekuni usaha warteg di Jakarta. Pedagang yang tergolong sukses mendapat penghasilan kotor Rp 3 juta-Rp 5 juta per hari.
Dengan besarnya penghasilan itu, sebagian pedagang warteg bisa membangun rumah di kampung. Biaya yang dihabiskan rata-rata Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar.
''Sebanyak 500 di antara 2.000 rumah di Sidapurna adalah rumah mewah,'' terang Faizin.
Ketua Umum Pusat Koperasi Warung Tegal (Puskowarteg) Jaya Sastoro saat dihubungi menambahkan, pedagang warteg di Jakarta saat ini tertekan mahalnya harga-harga kebutuhan pokok setelah kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 2014.
Warung Tegal atau yang biasa disebut warteg sudah menjamur di kota-kota besar. Rata-rata, pedagang warteg yang merantau di kota besar berasal dari
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor