Likuifaksi tak Hanya di Petobo

Likuifaksi tak Hanya di Petobo
Sejumlah warga meninggalkan perkampungan di wilayah Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9/2018). Foto: HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS

Sutopo melanjutkan, pada H+8 atau Sabtu (6/10), Tim SAR Gabungan menemukan 111 korban meninggal dunia. Yakni, Kota Palu 106 korban, perinciannya di Hotel Roa-Roa 1, Balaroa 83, Petobo 16, Mercure 4, Jalan Kartini 2. Kemudian di Biromaru, Kabupaten Sigi, ditemukan lima korban meninggal dunia.

Gempa dan tsunami juga menyebabkan terjadinya likuifaksi. Sutopo menjelaskan, likuifaksi merupakan fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan. Misalnya getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak sehingga tanah yang padat berubah menjadi cairan.

Menurut Sutopo, likuifaksi terjadi jika lapisan berupa pasir, kerikil, batuan apung dan tidak lengket, bersifat lepas (gembur). Kemudian, Kedalaman muka air tanah tergolong dangkal atau kurang dari 10 meter dari permukaan tanah. Likuifaksi juga terjadi jika goncangan gempa bumi lebih dari 6 skala richter, durasinya lebih dari satu menit. Serta percepatan gempa bumi lebih dari 0,1 g.

Menurut Sutopo, tipe perpindahan lateral akibat likuifaksi menyebar secara bebas ke berbagai arah. Meluncur sesuai bidang luncur pada lereng menurun dan muncul di berbagai tempat di beberapa titik.

Lebih lanjut Sutopo menjelaskan, pada 2012 telah dilakukan penelitian oleh Badan Geologi mengenai likuifaksi di Kota Palu. “Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa wilayah Palu merupakan wilayah dengan potensi likuifaksi sangat tinggi,” katanya.

Menurut Sutopo, adanya likuifaksi saat gempa menyebabkan kerusakan bangunan dan korban jiwa di Kota Palu lebih besar dibandingkan dengan daerah lain. Dia mengatakan, perlu dilakukan pemetaan mikrozonasi gempa dan likuifaksi. Sehingga sebaran daerah gempa dan likuifaksi dapat dipetakan secara detail. “Peta mikrozonasi tersebut digunakan sebagai evaluasi untuk penataan ruang Kota Palu,” jelasnya.

Selain di Petobo, likuifaksi terdapat Balaroa, Mpano, Sidera, Jono Oge, Lolu, dan Biromaru, Sigi. Sutopo menjelaskan, likuifaksi di Petobo, Kota Palu, menyebabkan 2.050 unit bangunan terdampak. Luas area yang terdampak 180 ha. Tim SAR telah menemukan 120 korban meninggal dunia.

Sedangkan di Jono Ogo, Kabupaten Sigi, TIM SAR menemukan 33 orang. Sebanyak 31 di antaranya selamat, dan dua lainnya meninggal dunia. Adapun bangunan yang rusak diperkirakan mencapai 366 unit. Kemungkinan rusak 168 unit bangunan. Luas areal terdampak 202 ha.

Fenomena likuifaksi yang menyertai gempa dan tsunami di Sulteng tidak hanya terjadi di Petobo, menyebabkan jumlah korban cukup banyak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News