Lukas Lock

Oleh Dahlan Iskan

Lukas Lock
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

”Orang mati tidak bisa dilayani untuk terakhir kalinya, perminyakan orang sakit tak bisa diamalkan, misa dan perayaan sakramen sakramentalia suci lainnya ditiadakan ......”

”Sejak diumumkan oleh pihak yang berwenang untuk tidak melayani kegiatan publik, maka mulai saat itu, misa untuk umat ditiadakan..... Perayaan keagaman dihentikan.... Perayaan sakramen sakramentalia untuk umat pun ditiadakan. Air suci tidak disediakan lagi di pintu-pintu suci-Mu..... Entah sampai kapan akan normal kembali ..... Semua diam ... Semua bisu ......Hanya DOA dan HARAPAN, mohon PERTOLONGAN dari  TUHAN.”

Apa yang diceritakan Pastor Nurak itu seirama dengan video-video yang beredar dari Italia. Salah satunya seperti yang disiarkan stasiun TV Aljazeera. Sangat mengharukan.

Luca Franzese seorang seniman ternama di Kota Napoli begitu bingungnya. Adiknya, perempuan, meninggal dunia. Mayatnyi dites. Positif Corona.

Luca pun harus dikarantina. Sekeluarga. Dianggap sudah berhubungan dengan penderita virus corona.

”Di depan saya ini mayat adik saya. Harus saya apakan?” keluhnya seperti frustrasi.

Luca merasa pemerintah sudah tidak bisa memberikan jalan keluar: harus diapakan mayat itu. Akhirnya pemerintah menyarankan dibawa saja di rumah kematian.

”Tapi rumah kematian tidak mau menerima mayat adik saya. Katanya, tidak ada fasilitas untuk kasus seperti adik saya ini,” ujar Luca.

Hancurnya ekonomi belum penting dibicarakan. Penyelamatan nyawa manusia yang harus diutamakan. Untuk apa ekonomi baik kalau semua manusianya meninggal dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News