Maaf Ya, Menteri dan Kepala Dinas Sama Saja

Maaf Ya, Menteri dan Kepala Dinas Sama Saja
Sulistyo. Foto: Net
Selama ini sudah terbangun persepsi bahwa tingkat kelulusan UN merupakan parameter keberhasilan pendidikan. Dengan adanya anggapan ini, maka mulai dari siswa, orang tua, guru, pihak sekolah, dan termasuk bupati/walikota, akan berlomba-lomba mengejar angka kelulusan yang tinggi. Bupati/walikota akan mengukur prestasinya berdasar hasil UN.

Dampaknya, anak-anak akan berupaya mendapatkan nilai tinggi dengan cara-cara yang menyuburkan benih-benih koruptif, manipulatif, tak sportif, tidak bertanggung jawab. Dan bupati/walikota berupaya membangun pencitraan dengan angka kelulusan yang tinggi. Jadi semata untuk prestasi instan selama lima tahun berkuasa, bukan untuk berpikir jangka panjang. Menteri dan kepala dinas pendidikan juga seperti itu.

Lantas, aspek mana yang harus segera dibenahi?

Mestinya pemerintah cepat instrospeksi, membuat indikator yang jelas mengenai keberhasilan pendidikan. Jangan keberhasilan pendidikan semata dilihat dari hasil UN. Kami sedang melakukan penelitian, apakah kriteria kelulusan dengan sistem baru (gabungan nilai UN dengan nilai ujian sekolah) sejalan dengan upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Kalau gegap gempita merayakan kelulusan, tentu itu bukan pertanda kualitas membaik.

Saya kira harus ada pembenahan komprehensif, termasuk memperbaiki sikap mental. Ini sulit diharapkan bisa dilakukan kabupaten/kota, karena bupati/walikota merupakan produk politik, yang tidak bisa menghargai sistem pendidikan untuk jangka panjang. Mereka (bupati/walikota) hanya berpikir lima tahun, mengejar prestasi instan, hanya lima tahun selama berkuasa. Sulit diharapkan bisa meraih mutu pendidikan yang baik. Mereka hanya mengejar prestasi instan, sekedar untuk pencitraan.

SEJUMLAH kabupaten/kota meraih angka kelulusan peserta Ujian Nasional (UN) SMA/MA sebesar 100 persen. Secara nasional, angkanya pun cukup fantastis,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News