Mahasiswa FH Universitas Galuh: Apakah Bisa Perempuan menjadi Pimpinan MPR?

Mahasiswa FH Universitas Galuh: Apakah Bisa Perempuan menjadi Pimpinan MPR?
Penyerahan cendera mata kunjungan mahasiswa dan dosen Universitas Galuh ke MPR. Foto: Humas MPR

jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 114 mahasiswa dan 14 dosen dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Galuh, Ciamis, Jawa Barat, pada 30 Januari 2020, berkunjung ke MPR.

Enjun Juanda, Ketua Delegasi Universitas Galuh, menjelaskan, kedetangannya ke Parlemen, Senayan, merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan setiap tahun.

Dirinya berharap kedatangan mereka yang berangkat dengan 3 bus langsung dari Ciamis, bisa mendapat pencerahan sesuai dengan ilmu yang ditekuni. “Mengucapkan terima kasih atas sambutan yang diberikan,” ungkap Enjun dengan riang.

Kedatangan delegasi langsung disambut oleh Kabag Hukum Setjen MPR, Indro Gutomo. Indro mengucapkan selamat datang kepada mereka.

Kedatangan mereka menurut pria asal Jogjakarta itu mengingatkan dirinya saat mahasiswa yang juga melakukan study tour ke MPR. “Kehadiran kalian mengingatkan saya 23 tahun yang lalu,” tuturnya.

Sebagai alumni mahasiswa hukum UGM, Indro mengatakan ilmu-ilmu yang ditimba di kampus bisa diterapkan di kesetjenan MPR.

Meski demikian dirinya mengungkapkan, ilmu hukum dalam teori dan praktek, penerapannya jauh berbeda. “Ada seni untuk menyikapi gap dua hal itu”, tuturnya.

Kedatangan mahasiswa Universitas Galuh menurutnya merupakan salah satu bentuk kerja sama MPR dengan berbagai perguruan tinggi. Dipaparkan, MPR telah bekerja sama dengan berbagai pihak, terutama melakukan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, serta kajian konstitusi.

Disampaikan kepada mereka bahwa pimpinan MPR saat ini dipimpin oleh 10 orang. Mereka berasal dari berbagai partai politik yang lolos parlement threshold ditambah dengan utusan dari DPD.

Sepuluh pimpinan MPR menurutnya merupakan upaya untuk memwujudkan MPR sebagai lembagai muswayarah dan mufakat sehingga seluruh kekuatan partai politik dan DPD hadir. “Jumlah pimpinan sebanyak itu tak ada aturan yang dilanggar,” ujarnya.

Dipaparkan, saat ini pimpinan MPR masif menjaring aspirasi masyarakat terkait wacana amendemen UUD NRI Tahun 1945 untuk menghidupkan kembali GBHN. Menjaring aspirasi ada yang datang langsung ke kampus-kampus, ada pula kampus yang datang ke MPR.

Keinginan untuk menghidupkan kembali haluan negara, dikatakan oleh Indro membuat bangsa ini memiliki pedoman dalam pembangunan sehingga pembangunan yang ada bisa berkelanjutan. Namun diingatkan, hal demikian bisa membuat MPR menjadi lembaga tertinggi sebab haluan itu akan mengatur semua lembaga negara.

Saat sesi tanya jawab dibuka, ada 9 mahasiswa yang menggunakan waktu itu untuk mengutarakan pertanyaan. Di antara mereka ada yang menanyakan, apakah bisa perempuan menjadi pimpinan MPR? “Bisa,” jawab Indro.

Selama ini menurutnya sudah banyak lembaga negara yang dipimpin oleh seorang perempuan. Dicontohkan, Ketua DPR dijabat oleh Puan Maharani. Di MPR sendiri, diungkapkan oleh Indro sudah sering ada unsur perempuan menjadi pimpinan. Mulai dari Moeryati Soedibjo, Melani Leimena Suharli, dan Lestari Moerdijat.

Ada juga yang bertanya bagaimana cara mencintai NKRI. Indro mengatakan cara untuk mencintai NKRI itu banyak. Cinta NKRI dari bentuk terkecil dan penting adalah mencintai keluarga sendiri. Dari sinilah muncul rasa nyaman di masyarakat. (ikl/jpnn)

Sejumlah mahasiswa Universitas Galuh, Ciamis, berkunjung ke gedung MPR di Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News