Makelar Perdamaian ala Prabowo

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Makelar Perdamaian ala Prabowo
Prabowo Subianto. Foto: Ricardo/JPNN

Terlepas dari proses referendum yang dinilai banyak cacat, Irian Barat kembali menjadi wilayah Indonesia.

Hal yang sama terjadi pada 1999 ketika Indonesia mengadakan referendum untuk menentukan masa depan Timor Timur. Kali ini Indonesia kalah dan Timor Timur lepas dari kekuasaan Indonesia.

Dua referendum yang dilaksanakan di Indonesia itu mempunyai hasil yang berbeda. Indonesia menang dalam persoalan Irian Barat, tetapi kalah soal Timor Timur.

Pengalaman mengelola konflik wilayah di Indonesia itu menjadi bekal bagi Prabowo untuk menjadi makelar perdamaian perang Rusia vs Ukraina. Sayangnya, proposal itu terlalu sederhana—malah dibilang ganjil—karena tidak melihat konteks global yang menjadi dasar invasi Rusia terhadap Ukraina.

Ukraina menganggap proposal Prabowo ganjil karena mantan Danjen Kopassus itu seolah-olah meminta Ukraina mengalah kepada Rusia. Ukraina tetap kukuh dengan pendiriannya untuk dibiarkan bebas menentukan masa depan negaranya sendiri.

Ukraina tegas ingin menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dengan demikian Ukraina menjadi bagian dari aliansi kekuatan militer Eropa dan Amerika.

Bagi Rusia, membiarkan Ukraina menjadi anggota NATO sama saja dengan menodongkan senjata ke kepala sendiri. Ukraina berada tepat pada perbatasan dengan Rusia.

Di masa lalu, Ukraina adalah bagian dari Uni Soviet. Namun, Uni Soviet bubar dan terpecah menjadi 15 negara-negara kecil pada 1990.

Konflik Rusia-Ukraina superpelik, tetapi proposal Prabowo terlalu sederhana. Maunya menjadi pendamai dunia, tetapi akhirnya harus menahan malu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News