Makna Kepergian Gus Dur

Makna Kepergian Gus Dur
Makna Kepergian Gus Dur
Sesungguhnya, proses demokratisasi yang diawali oleh BJ Habibie telah diteruskan oleh Gus Dur, bahkan hingga ke era Presiden Megawati dan Presiden Yudhoyono. Jangan dilupakan bahwa sistem pemilihan langsung dan otonomi daerah disahkan di era Megawati dan Ketua MPR Amien Rais.

Benang merah ini, saya kira yang tak boleh menjadi garis yang terputus-putus. Misalnya, kadang nyambung kadang tidak. Tapi harus sinambung, diperkuat rezim demi rezim yang kekuasaannya memang berasal dari suara-suara zaman, suara-suara rakyat, termasuk terhadap pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme yang diawali dengan Tap MPR di awal era reformasi.

Zaman sesungguhnya tidak pernah edan. Tetapi orang-orang dan kekuasaan-lah yang membentuknya menjadi edan, dan inilah yang harus dilawan baik oleh rakyat, partai politik, DPR, kaum intelektual, mahasiswa, LSM dan pemerintahan.

Momentum kepergian Gus Dur, saya kira harus dimaknai dengan pengertian seperti itu. Dengan demikian, spirit yang pernah ditiupkan Gus Dur tak pernah "mati angin", tetapi selalu dikawal oleh suara-suara zaman. Jika kondisi itu terciptakan, sesungguhnya Gus Dur never die. Gus Dur "tak pernah mati", tetapi selalu hidup sepanjang zaman.

"DI pintumu aku mengetuk, aku tak bisa lagi berpaling". Sebait sajak Chairil Anwar ini selalu kita ingat ketika seorang sahabat, atau tokoh,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News