Makna Kepergian Gus Dur

Makna Kepergian Gus Dur
Makna Kepergian Gus Dur
Kasus-kasus seperti Prita, Upi Asmaradhana, Kho Sengseng dan sejenisnya, yang menyangkut kebebasan berekspresi yang mendukung kepentingan umum, tak lagi perlu terjadi. Tidak hanya merupakan bagian dari demokratisasi, tetapi juga merupakan keadilan universal yang tak terpaku pada hukum formal. Bukankah pada dasarnya teks-teks hukum memerlukan tafsir dari penegak hukum, istimewanya para hakim, dalam melihat adil-tidaknya sebuah perkara?

Karena itu, berbagai produk hukum yang ada, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang dianggap merepresi kebebasan berpendapat, patutlah direvisi. Termasuk RUU Rahasia Negara yang seyogyanya bisa diselaraskan dengan kehendak zaman baru, dan tak kembali ke era yang menakutkan seperti di era Orde Baru.

Meneruskan "benang merah" suara zaman itu sekaligus merupakan rekonsiliasi bangsa. Bukannya dipertentangkan sehingga seolah-olah ada dikotomi antar pemimpin yang cenderung demi kepentingan elit belaka. Rekonsiliasi adalah saling komit pada apa yang pernah menjadi jejak karya besar sejak era BJ Habibie, Gus Dur, Amien Rais, Megawati hingga Yudhoyono, dan bukan sekadar rekonsiliasi antar pribadi yang kadang, maaf, hanya basa-basi belaka.

Pemaknaan kepergian Gus Dur, saya kira, harus dilihat dari persfektif itu, yang jika terwujud maka alangkah indahnya masa depan bangsa. Lagipula masih banyak soal besar yang menghadang, misalnya membangkitkan perekonomian nasional yang pasti membutuhkan konsentrasi besar dari semua pihak. Selamat jalan Gus Dur! (*)
Berita Selanjutnya:
Sok Herois Tapi Egois

"DI pintumu aku mengetuk, aku tak bisa lagi berpaling". Sebait sajak Chairil Anwar ini selalu kita ingat ketika seorang sahabat, atau tokoh,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News