Malari Membakar Jakarta, Antara Persaingan Elite Tentara dan Sentimen Anti-Tionghoa

Malari Membakar Jakarta, Antara Persaingan Elite Tentara dan Sentimen Anti-Tionghoa
Massa memadati salah satu ruas jalan di Jakarta Pusat pada saat peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Foto: Antara

Kubu Ali sebagai pihak yang kerap dituduh melakukan Opsus menuding pendukung Jenderal Soemitro adalah orang-orang pro-Amerika yang berupaya menghentikan usaha negara membangun industri nasional.

Pada 28 Januari 1974, Aspri dibubarkan. Letjen Sutopo Juwono selaku kepala Badan Koordinasi Intelijen (Bakin) saat itu langsung dicopot.

Presiden Soeharto juga mengambil alih kepemimpinan Kopkamtib. Jenderal Soemitro pun kehilangan jabatan Pangkopkamtib.

Memang Soemitro tetap menjabat Wakil Panglima ABRI. Namun, akhirnya dia memilih mengundurkan diri.

Retnowati juga megutip Hariman Siregar sebagai tokoh mahasiswa yang ditangkap pasca-peristiwa Malari. Menurut Hariman, aksi demonstrasi itu tidak ada kaitannya dengan persaingan politik antara Jenderal Soemitro dengan kelompok Aspri Presiden Soeharto.

Hariman menegaskan motif sebenarnya ialah ketidaksukaan dan ketidaksetujuan para mahasiswa atas sikap sikap penanam modal Jepang yang cenderung memilih pengusaha keturunan Tionghoa sebagai mitra bisnis mereka dan mengabaikan pribumi.

“Peristiwa Malari merupakan reaksi terhadap perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki oleh Liem Sioe Lion dan Bob Hasan -dua pengusaha keturunan Cina yang sudah dikenal Soeharto…,” demikian tertulis di buku karya putri RoeslanAbdulgani itu.(jpnn.com)


Situasi Jakarta pada 15 Januari 1974 sangat kacau. PM Jepang Kakuei Tanaka yang sedang mengunjungi Jakarta sampai meninggalkan Istana Merdeka dengan helikopter.

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News