Mampu Belum Tentu Terpilih, Terpilih Belum Tentu Mampu

Catatan: Dahlan Iskan (1)

Mampu Belum Tentu Terpilih, Terpilih Belum Tentu Mampu
Dahlan Iskan. Foto: JPG/dok.JPNN.com

Di zamannyalah Indonesia berhasil masuk kelompok negara G-20. Besaran ekonomi Indonesia masuk 16 besar dunia. Pendapatan per kapitanya mencapai 4.500 dolar. Dan seterusnya.

Tentu masih banyak alasan lainnya. Kalau mau, saya bisa membuat daftar sampai 10 alasan. Tapi, dua itulah yang saya catat yang paling utama.

Kegelisahan mengenai siapa yang bakal meneruskannya itu didasari pada logika berpikir SBY yang kuat. Presiden SBY sering mengemukakan logika begini: ’’Dalam sistem demokrasi seperti ini, orang yang mampu belum tentu terpilih dan orang yang terpilih belum tentu mampu’’.

Kalau sampai itu yang terjadi, maka negara yang jadi korban. Demokrasi sebagai alat memajukan negara hanya berhenti sampai di alat. Tapi, SBY sangat komit pada demokrasi. Meskipun ada logika ’’yang mampu belum tentu terpilih dan yang terpilih belum tentu mampu’’, demokrasi tidak boleh dibunuh. Sebaliknya harus juga diupayakan jangan sampai muncul ketidakpercayaan pada demokrasi akibat ’’yang mampu tidak terpilih, yang terpilih tidak mampu’’.

Masih ada waktu, waktu itu. Presiden SBY terus mengamati perkembangan di masyarakat dengan harap-harap cemas. Akankah akhirnya muncul bakal calon yang dinilai mampu dan punya kans untuk terpilih?

Diikutinya situasi politik dari waktu ke waktu. Ternyata, belum juga muncul nama yang memasuki kriteria ’’mampu dan bisa terpilih’’. Yang beredar saat itu masih terus saja ’’populer tapi belum tentu mampu’’.

Kalau sampai Indonesia jatuh ke tangan ’’populer tapi belum tentu mampu’’, Presiden SBY seperti harus ikut bertanggung jawab. Terutama kalau kelak, setelah dia lengser, Indonesia mengalami kemunduran. Bisa ada penilaian bahwa dia kurang negarawan. Tidak berpikir strategis untuk masa depan bangsanya.

Dari pikiran merasa ikut bertanggung jawab itulah rupanya muncul idenya yang brilian: Mencari orang yang mampu biarpun orang itu belum populer. Dasar berpikirnya: Untuk bisa populer masih bisa dibuat. Tapi untuk bisa ’’mampu’’ tidak bisa mendadak mampu.

Dia tampak sering gelisah. Terutama di dua tahun terakhir masa kepresidenannya. Jenderal TNI Prof Dr Susilo Bambang Yudhoyono berpikir dan terus

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News