Marak Kebocoran Data, Pengamat Anjurkan Lakukan 3 Hal Ini
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Keamanan Siber sekaligus pendiri Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan, pada dasarnya pegiat sekuriti sama sekali tidak tertarik untuk mencari siapa yang salah atas kebocoran data dan menghukum pelakunya.
Hal itu menurut dia tidak produktif. Sebab, data yang sudah bocor tidak bisa ditarik lagi sekalipun menghukum pelakunya.
"Yang penting adalah mengidentifikasi mengapa data ini bisa bocor dan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadi pada kemudian hari," kata Alfons dalam siaran pers, Selasa (13/7).
Dia mengatakan jika terjadi kebocoran data, pihak pengelola disarankan jangan menyembunyikan informasi itu terhadap pemilik.
Pasalnya, kata dia, dampaknya akan sistemik jika pemilik tidak mengetahui datanya bocor.
"Justru pihak pengelola data berkewajiban menginformasikan kepada pemilik bahwa datanya bocor sehingga mereka bisa melakukan antisipasi menghindari dampak sistemik dari eksploitasi data," ungkap Alfons.
Dia pun memberikan tiga langkah yang harus dilakukan agar bisa mengamankan aset digital dan menghadapi eksploitasi data bocor. Apa saja?
1. Gunakan aplikasi crowdsourcing.
Pengamat Keamanan siber sekaligus pendiri Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan jika terjadi kebocoran data, pihak pengelola disarankan jangan melakukan hal ini
- Grant Thornton dan BEI Kolaborasi Ciptakan Peluang Besar untuk Bisnis di Era Digital
- Kemenkominfo Kirim Surat ke KPU untuk Minta Klarifikasi soal Kebocoran Data, Tetapi
- Wapres Ma'ruf Amin: Ini Musimnya Bocor
- Data Pemilih di KPU Diduga Bocor, Andika Perkasa Berkomentar Begini
- Bareskrim Bergerak Menyelidiki Dugaan Kebocoran Data Pemilih di KPU
- Dugaan Kebocoran DPT Pemilu 2024 Membahayakan, Server KPU Perlu Diaudit Forensik