Mas Parno

Oleh: Dahlan Iskan

Mas Parno
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Mas Parno kemarin dimakamkan di desa kebanggaannya itu. Umurnya 62 tahun.

Saya sebut ''kebanggaan'' karena Mas Parno sering sekali bercerita tentang kampungnya itu.

Wayanglah yang membuat Mas Parno tidak stres mengurus begitu banyak perusahaan. Wayanglah yang juga membuat gaya hidup Mas Parno tetap seperti Punokawan –jauh dari penampilan seorang bos besar.

Jangankan jas. Sepatu pun ia amat jarang memakai. Selalu saja ia bersandal. Dengan baju lusuh yang tidak pernah dimasukkan celana. Bahkan saya sudah lupa tahun berapa melihatnya bersepatu. Mungkin waktu sama-sama keliling Eropa dulu. Lebih 15 tahun yang lalu.

Mas Parno juga jarang mau pidato. Semua masalah ia selesaikan dengan kerja. Dengan contoh. Dengan hubungan pribadi yang seperti keluarga dengan para direkturnya.

Mungkin itu karena Mas Parno sudah sering menjadi raja. Di berbagai negara: Amarta, Astina, Wirata...

Dan semua raja itu kok hidupnya hanya di sekitar konflik. Kalau tidak membunuh ya dibunuh. Di mana asyiknya.

Mas Parno memilih hidup seperti di padepokan Karangkedempel saja. Tempat para Punokawan hidup dengan sederhana dan apa adanya. (*)

Mas Parno juga jarang mau pidato. Semua masalah ia selesaikan dengan kerja. Dengan contoh.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News